Director :
Jose Padilha
Screenplay:
Braulio Mantovani
Jose Padilha
Cast :
Wagner Moura – Beto
Maria Ribeiro – Rosane
Andre Ramiro – Andre
Milhem Cortaz – Fabio
Irandhir Santos – Fraga
Andre Mattos - Fortunato
Seu Jorge – Beurada
Taina Muller – Clara
Pedro Van-Held – Rafael
Empat tahun bagi Jose Padilha untuk menyiapkan sekuel film blockbuster Brasil 2007, The Elite Squad. Tidak hanya sukses di negaranya sendiri. Film ini juga sukses pada peredaran Internasional, mendapatkan banyak penghargaan dari festival dan penghargaan film bergengsi tingkat dunia. Dengan alasan-alasan ini mungkin Padilha tergoda untuk mengulang sukses dengan merilis film lanjutannya pada akhir 2010 lalu. Saat rilis 8 Oktober 2010 lalu film ini berhasil mendulang pendapatan sebesar BRL 13,900,000 dari 661 layar bioskop, menjadikannya sebagai salah satu film terlaris di Brasil sepanjang 2010.
Film mengambil jalan cerita 15 tahun setelah film pertama. Beto (Wagner Moura) telah menjadi pejabat BOPE dan masih berjuang melawan peredaran obat-obatan terlarang. Tetapi perjuangan Beto tidak lagi sama, tidak lagi hanya menghadapi dealer-dealer biasa. Kali ini perang Beto dan BOPE adalah menghadapi sindikat besar kepolisian, militer dan penjabat-pejabat negara, para politikus busuk yang justru memanfaatkan bisnis-bisnis tersebut dengan melegalkan segala macam cara untuk membuka peluang semakin kuat menduduki lembaga politik tertinggi Brazil.
Seperti dalam film pertama, kali ini kembali penonton dipandu dengan narasi dari Beto. Beto memperkenalkan Diogo Fraga (Irandhir Santos) yang sedang mepresentasikan bagaimana kondisi masyarakat Brasil tahun 2010 dan hubungan garis lurusnya dengan tindak kriminal dan penjara. Jika populasi Brasil tahun 2010 adalah 50 juta jiwa, maka pada tahun 2081 menjadi 570 juta jiwa. Jika populasi penghuni penjara Brasil pada tahun 2010 8 juta jiwa, makan pada tahun 2081 menjadi 510 juta jiwa. Jadi 90% penduduk Brasil pada tahun 2081 akan menjadi penghuni penjara. Hasil perkiraan statistik yang dipresentasikan Fraga ini bukan tanpa alasan. Kriminalitas yang setiap tahun meningkat dan tindakan penanggulangan dari Pemerintah yang tidak memperlihatkan keseriusan. Pemerintah begitu sibuk dengan urusan pribadinya, mereka sibuk memikirkan bagaimana bisa mempertahankan jabatan, bagaimana bisa mendapatkan posisi yang semakin aman di Pemerintahan. Sementara itu pihak yang berkewajiban menjadi pemberantas kejahatan yaitu polisi justru malah menjadi pelakunya sendiri.
Hubungan Beto dengan istrinya, Rosane (Maria Ribeiro) semakin tidak harmonis, mereka bercerai. Rosane ternyata memiliki hubungan khusus dengan Diogo Fraga. Anak Beto, Rafael (Pedro Van-Held) yang dalam film pertama dikisahkan baru lahir telah tumbuh menjadi seorang anak muda 15 tahun yang pendiam, terlihat begitu merindukan sosok ayah yang sebenarnya dari Beto. Keterlibatan Beto dan Fraga pada permasalahan pejabat dan politikus kotor dalam melegalkan bisnis senjata dan obat-obatan terlarang akhirnya justru menarik secara tidak langsung keterlibatan Rafael. Inilah kemudian yang berkembang menjadi sangat personal bagi Beto.
Ironi inilah yang kembali coba digali oleh Padilha. Pejabat pemerintah yang semestinya memberikan dukungan justru menduduki menara-menara tertinggi sistem kebobrokan itu sendiri. Saat para pejabat petinggi terlibat tentu benturan-benturan birokrasi yang bertele-tele pada sistem pemerintahan menjadi rintangan besar. Premis film ini tidak jauh berbeda dari film pertama. Hanya kali ini masalah lebih difokuskan pada keterlibatan pada pejabat pemerintahan demi melancarkan bisnis kotor itu. Selain itu film ini melibatkan jurnalis. Polisi bersih, polisi kotor, pejabat licik dan jurnalis idealis menjadi polemik yang semakin kompleks untuk permasalahan serius ini. Inilah benturan-benturan kepentingan banyak pihak dalam mengendalikan sebuah situasi yang tentunya menjadi akan semakin buruk jika semakin banyak pihak yang terlibat di dalamnya.
Namun sayangnya Padilha tampaknya tidak terlalu ingin berlama-lama memperlihatkan kebrobrokan Pemerintahnya sendiri karena kemudian permasalahan yang muncul menjadi semakin personal untuk setiap karakternya. Semakin menuju akhirnya film ini menjadi tidak lagi memiliki esensi utamanya mengenai pemberantasan obat-obat terlarang dan pemerintahan busuk tetapi menjadi sederhana dengan dendam pribadi antar karakternya. Tidak ada lagi masalah politik, peredaran narkoba, hanya tersisa aksi balas dendam menyelamatkan anggota keluarga.
Meskipun mengambil premis cerita yang lebih berat dengan melibatkan pejabat Pemerintah, tetapi justru terasa hanya menjadikan hal itu sebagai latar belakang semata. Jalinan kisah terlalu dibuat rumit sehingga pada beberapa bagian terasa sekali kesenjangan plot. Masalah-masalah yang semakin bertumpuk kemudian mengambang begitu saja karena kemudian pada bagian penyelesaian fokus agak membaur dengan masalah pribadi dan tanpa adanya penyelesaian jelas untuk premis yang justru dari awal menjadi telah dihembuskan dengan baik.
Wagner Moura, Maria Ribeiro, Andre Ramiro dan Milhem Cortaz kembali memerankan karakter mereka pada film pertama, tidak ada sesuatu yang menonjol dari penampilannya. Mereka seperti terjebak tidak mampu mengembangkan karakter-karakter tersebut karena tidak mendapatkan porsi yang cukup, atau karena memang naskah film ini yang memberikan porsi tidak maksimal untuk karakternya. Bahkan Wagner Moura gagal memberikan penampilan terbaiknya seperti pada film pertama, meskipun ada beberapa adegan yang memberikannya porsi emosional yang tinggi tetapi tidak semaksimal dalam film pertama. Justru yang memberikan penampilan prima adalah Irandhir Santos sebagai Diogo Fraga.
Terlepas dari segala kekurangan film ini (dibandingkan dengan film pertama) film ini masih menyisakan ketegangan adegan-adegan baku hantam senjata pasukan elite BOPE dengan para penggedar dan bandar narkoba. Teknis film yang dikerjakan lebih sempurna dari film pertama karena secara sinematografi, editing, efek, sound dan make-up film ini semakin detail, rapi dan tereksekusi maksimal.
Pada Cinema Brasil Grand Prize 2011, The Elite Squad II mendapatkan kehormatan dengan 16 nominasi. Menjadi film pertama dalam 10 tahun perhelatan Oscarnya Brasil ini yang memperoleh nominasi terbanyak. Uniknya naskah film ini tetap dinominasikan untuk naskah asli terbaik, padahal semua karakter dan jalan ceritanya adalah adaptasi dari film pertama. Kita tunggu saja Mei 2011 ini, apakah film ini akan kembali mencatatkan kesuksesan kualitas seperti film pertamanya tahun 2008 lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar