Senin, 26 Desember 2011

(update!) PENGHARGAAN INTERNASIONAL UNTUK FILM INDONESIA 1990-2012

Dilema (2012), meraih penghargaan untuk Best Feature Film pada Detective Film Festival Moscow 2012. Film yang diproduseri oleh Wulan Goeritno ini berhasil mengungguli film-film dari Iran, China, Ceko, Italia dan Jerman. 

Lovely Man (2012) Karya terbaru dari Teddy Soeriaatmadja yang menjadi pembuka Q! Film Festival 2011 ini menjadi salah satu film Indonesia yang diputar untuk segment "A Window of Asian Cinema" pada Busan International Film Festival 2011. Lovely Man yang hanya syuting selama 5 hari ini juga telah berhasil menjadi Official Selection untuk Bangalore International Film Festival yang digelar mulai 15 hingga 22 Desember 2011. Lovely Man juga menerima penghargaan Best Actor untuk Donny Damara dan nominasi Best Director untuk Teddy Soeriaatmadja pada Asian Film Awards 2012. Film ini juga meraih penghargaan Best Film and Best Director pada Tiburon International Film Festval, yang digelar pada tanggal 19-27 April 2012 lalu.

Mata Tertutup (2012) adalah feature terbaru dari Garin Nugroho yang dibintangi oleh Jajang C. Noer. Film ini menjadi salah satu dari 72 film yang diputar dalam rangkaian Rotterdam International Film Festival ke 41 dari 25 Januari hingga 5 Februari 2012. Mata Tertutup diputar dalam program World Premiere in Spectrum. Mata Tertutup diputar selama 4 hari berturut-turut, mulai dari 28 Januari hingga 1 Februari 2012.Film ini akhirnya rilis Indonesia pada tanggal 14 Maret 2012.

Parts of the Heart (2012) adalah film ketiga karya Paul Agusta. Film yang mengambil tema homoseksual ini juga diputar untuk World Premiere pada  penyelenggaraan ke41 Rotterdam Internatioanl Film Festival. Festival film ini telah berlangsung sejak 25 Januari - 5 Februari 2012 dan memutar Parts of the Heart sebanyak 3 kali. 

Modus Anomali (2012) menerima penghargaan Bucheon Award dari Network of Asian Fantastic Film (NAFF) yang merupakan bagian kegiatan Puchon International Fantastic Film Festival. Film terbaru karya Joko Anwar ini menyisihkan 23 proyek film lainnya. Modus Anomali baru rilis April 2012. Film ini World Premiere pada SXSW Austin Film Festival 2012, Texas, Amerika Serikat.

Postcards from the Zoo (2012) adalah film panjang kedua karya Edwin dipilih sebagai salah satu Official Selection pada Berlin International Film Festival 2012. Film ini akan berkompetisi untuk Golden Bear (film terbaik) dan Silver Bear (aktor, aktris, sutradara, skenario dan outstanding artistic achievement). Zoo akan bersaing beberapa diantaranya dengan Jayne's Mansfield Car karya aktor Billy Bob Thorthon, Home for Weekend karya Hans Christian Smith, Captured karya Brilliante Mendoza dan Childish Games karya Antonio Chavarrias. Film ini menjadi film Indonesia kedua yang masuk seleksi Berlinale setelah 50 tahun lalu film Badai Selatan karya Sofia WD produksi 1962 menjadi film Indonesia pertama yang berhasil masuk seleksi resmi Berlinale untuk Golden Bear. Film ini juga resmi menjadi salah satu film yang berlaga untuk Best Narrative Feature Film pada Tribeca Film Festival, New York, 2012.Berkat film ini juga dan film-film karya sebelumnya, Edwin menerima Edward Yang New Talent Award dari Hong Kong International Film Festival Society yang diberikan pada penyelenggaraan Asian Film Awards, tanggal 19 Maret 2012.Postcards from the Zoo dirilis Indonesia pada kegiatan Bulan Film Nasional 21 Maret 2012.

The Raid (2012) adalah film ketiga karya Gareth Evans, telah meraih penghargaan The Cadillac People's Choice Awards pada Toronto International Film Festival 2011. The Raid juga menjadi salah satu film Indonesia yang diputar untuk "A Window of Asian Cinema" pada Busan International Film Festival 2011. The Raid menjadi film penutup pada Indonesia International Fantastic Film Festival (INAFFF) 2011. Ketika diputar pada penyelenggaraan Sundance Film Festival 2012, film ini mendapatkan sambutan hangat dari penggemar dan kritikus film Amerika. Film ini telah dibeli hak remakenya oleh Sonny Pictures. The Raid juga baru saja meraih Audience Award pada Dublin International Film Festival 2012. Pada penyelenggaraan ke 28 Image Film Festival 17-28 April 2012, The Raid meraih penghargaan Silver Scream Award.

The Mirror Never Lies (2011) adalah film yang diproduksi Pemerintah Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, yang meraih dua penghargaan pada Tokyo Internasional Film Festival 2011 yakni Earth Grand Prix Award dan Special Mention Winds of Asia Middle East. Kamila juga meraih penghargaan Bright Young Talent award dari Mumbai International Film Festival 2011. Film ini menjadi official selection pada Vancouver International Film Festival 2011. Pada Busan International Film Festival 2011, The Mirror Never Lies juga diputar untuk segment "New Current". Film ini juga menerima dua nominasi pada Asian Film Awards 2012 untuk Best Cinematography untuk Rachmat Syaiful dan Best New Comer untuk Gita Novalista. 

Negeri di Bawah Kabut (2011) karya sutradara Shalahudin Siregar meraih penghargaan Special Jury Prize untuk kategori Muhr Asia Africa Documentary pada Dubai International Film Festival yang baru saja diselenggarakan 7-14 Desember 2011.

Prison and Paradise (2011) Dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto yang mengangkat kisah tragedi bom Bali 1 ini sukses meraih penghargaan Director of Japan Award pada Yamagata International Documentary Film Festival 2011 yang diselenggarakan di Prefektur, Yamagata, Jepang. Film ini berhasil menyingkirkan 705 film dokumenter lain dari 63 negara. Film juga akan diputar pada New Caledonia International Film Festival 2012.

Belkibolang (2011) Yang merupakan film Omnibus (Antologi film pendek) dari 9 sutradara muda Indonesia (Agung Sentausa, Ifa Isfansyah, Anggun Priambodo, Tumpal Tampubolon, Edwin, Wisnu SP, Rico Marpaung, Azhar Lubis dan Sidi Saleh) telah diputar pada Rotterdam International Film Festival 2011, Hongkong International Film Festival 2011 dan menjadi satu satunya film Indonesia yang diputar untuk Udine Far East Film Festival 2011 di Italy. 

Jakarta Maghrib (2011) debut penyutradaraan Salman Aristo menjadi salah satu film Indonesia yang putar untuk "A Window of Asian Cinema" pada Busan International Film Festival 2011.


Serdadu Kumbang (2011) film ketiga karya Ari Sihasale ini menjadi salah satu film Indonesia yang diputar untuk kategori "A Window of Asian Cinema" pada Busan International Film Festival 2011.
 
The Perfect House (2011) karya sutradara Affandi Abdulrachman terpilih menjadi Official Selection Puchon International Fantastic Film Festival, 14-24 Juli 2011 mendatang di Puchon, Korea Selatan.

Minggu Pagi Di Victoria Park (2010) adalah film kedua karya Lola Amaria. Film ini menerima penghargaan Best Director dari Jakarta International Film Festival 2010. Pada Bali International Film Festival 2010, Lola juga mendapatkan nominasi Best Director.

Payung Merah (2011) film pendek karya sutradara Edward Gunawan dan Andri Chung meraih penghargaan Best Film pada Asian Short Film Awards 2011 yang diselenggarakan oleh ScreenSingapore. Film ini juga menjadi Official Selection pada Palm Springs International Short Fest 2011. 

Khalifah (2011) adalah feature film kedua karya Nurman Hakim. Film ini baru saja meraih Audience Awards pada Vesoul International Film Festival 2012, di Perancis.

Madame X (2010) yang merupakan debut penyutradaraan film panjang Lucky Kuswandi ini terpilih sebagai salah satu official selection pada Hong Kong International Film Festival 2011. Film ini juga menerima dua nominasi dari Asian Film Awards 2011 yaitu best supporting actress untuk Shanty dan best production design untuk Eros Eflin.
    
Rumah Dara (2010) adalah debut penyutradaraan film panjang Mo Brothers, film ini adalah versi panjang dari film pendek mereka sebelumnya Dara, yang menjadi bagian antologi Takut (2007). Film ini menjadi film Indonesia pertama yang dicekal dan dilarang tayang di Malaysia. Selain menjadi salah satu Official Selection, Shareefa Daanish yang memerankan Dara berhasil mendapatkan Best Actress pada Puchon International Fantastic Film Festival (PiFan) 2009 di Korea Selatan.

Kado Hari Jadi (2009) film panjang pertama karya Paul Agusta ini menjadi official Selection pada Rotterdam International Film Festival 2009.

Garuda di Dadaku (2009) hasil karya duet Salman Aristo dan Ifa Isfansyah yang diproduseri oleh Shanty Harmayn menerima penghargaan Best Film pada penyelenggaraan ke 6 Children and Youth Armenia International Film Festival 2010.
Akhir tahun 2011 pada The Isfahan International Film Festival of Children and Young Adults, diselenggarakan di Teheran Iran, Emir Mahira yang berperan sebagai Bayu menerima penghargaan Best Performance.

Merantau (2009) menjadi Best Film ActionFest International Film Festival 2010. Sebuah penghargaan film aksi tahunan yang digelar di Asheville, North Carolina Amerika Serikat pada 15-18 April 2010. Merantau berhasil mengungguli kandidat lainnya seperti film silat Hong Kong yang dibintangi Donnie Yen, 14 Blades. Merantau juga dinominasikan untuk kategori best director untuk Gareth Evans dan best action choreography pada festival yang sama

Jamila dan Sang Presiden (2009) karya Ratna Sarumpaet yang pernah dikirim untuk Academy Award Best Foreign Film 2009, menyabet dua penghargaan dalam Asian Film Festival Vesoul 2010 di Perancis. Dua penghargan itu yakni Prix de Public dan Prix Jury Lycen. Penghargaan lain adalah Best Original Score Asia Pacific Film Festival 2010 untuk Thoersi Argeswara.

Perempuan Berkalung Surban (2009) film yang diarahkan oleh Hanung Bramantyo ini menerima penghargaan Best Supporting Actress Asia Pacific Film Festival 2010 untuk aktris senior Widyawati.

Pintu Terlarang (2009) karya Joko Anwar ini menjadi Best Film dalam Puchon International Fantastic Film Festival 2009. Film juga menjadi official selection untuk Golden Kinnaree Award pada Bangkok International Film Festival 2009 dan Rotterdam International Film Festival. Bahkan pada tahun 2009 film ini menjadi salah satu dari 100 film terbaik dunia versi majalah “Sight and Sound” Inggris.

9808 (2008) adalah film antologi mengenang sejarah 10 tahun Tragedi 1998, karya 10 sutradara muda Indonesia (Anggun Priambodo, Ariani Darmawan, Edwin, Hafiz, Ifa Isfansyah, Lucky Kuswandi, Otty Widasari, Steve Pilar Setiabudi, Ucu Agustin dan Wisnu Sp). 9808 menjadi Official Selection pada Lens Politica Film & Media Festival 2010 di Helsinki, Netherlands Cinemasia 2010, Bangkok International Film Festival 2009, Singapore Short Film Festival 2009, Barcelona Asian Film Festival 2009, Rotterdam International Film Festival 2009 dan Pusan International Film Festival 2008.



Sang Pemimpi (2008) yang merupakan sekuel Laskar Pelangi (2007) berhasil memboyong Audience Award dari Udine Far East Film Festival 2010 di Italia dan penghargaan NETPAC Critics Jury Award dari Singapore International Film Festival 2010. Dan yang paling terbaru adalah berhasil meraih Premio Juvenile Award Fici Children Intenational Film Festival Madrid 2010.

Tiga Doa Tiga Cinta (2008) karya perdana Nurman Hakim ini dinominasikan sebagai Best Children’s Feature Film (bersanding dengan A Brand New Life dari Korea Selatan, The Strength of Water dari Selandia Baru, Tahaan dari India dan Mammo dari Turki) pada Asia Pacific Screen Awards 2009. Film ini juga meraih penghargaan Grand Prize of International Jury pada Vesoul Festival of Asian Cinema 2009.

Laskar Pelangi (2007) adalah adaptasi dari novel berjudul sama oleh Riri Riza dan Mira Lesmana yang mendapatkan nominasi untuk 2 Kategori utama pada penyelenggaraan ke 3 Asian Film Awards yang digelar di Hongkong, yaitu Best Editing untuk Dono Waluyo dan Best Film. Untuk nominasi film terbaik Laskar Pelangi bersanding dengan Ponyo (Jepang), The Good the Bad the Weird (Korea Selatan), Tokyo Sonata (Jepang), Red Cliff (Hongkong) dan Forever Entralled (China). Laskar Pelangi juga mendapatkan Signis Award dalam Hongkong International Film Awards 2009. Penghargaan The Golden Butterfly Award untuk kategori film terbaik di International Festival of Films for Children and Young Adults, di Hamedan, Iran. Awal tahun 2010 lalu film ini kembali mendapatkan penghargaan, kali ini untuk Cut Mini sebagai Best Actress pada Brussels International Independent Film Festival. Dan yang paling terbaru adalah menjadi Best Film pada Asia Pacific Film Festival 2010.

The Blind Pig Who Wants to Fly (2008) adalah feature film perdana karya Edwin. Film yang di bintangi oleh Ladya Cheryl ini juga menjadi Official Selection dalam Pusan International Film Festival 2008, menjadi official selection Tiger Award Competition pada 2009 Rotterdam Film Festival dan mendapat penghargaan untuk Fipresci Prize, pada festival yang sama. Penghargaan Firepsci Prize kembali diraih film ini dari Singapore International Film Festival 2009. Serta meraih Silver Montgolfiere dan Young Audience Awarddari Nantes Three Continent Festival 2009.

Fiksi (2008) merupakan film feature perdana Mouly Surya, memenangkan penghargaan Best Director dari Jakarta International Film Festival 2008 untuk Indonesia Feature Film Competition dan Best Director pada Festival Film Indonesia 2008. Selain itu Fiksi juga diputar dibeberapa festival film international lainnya seperti di Pusan International Film Festival dan NewYork Asian Film Festival. 

Kala (2007) merupakan film kedua dari Joko Anwar meraih Jury Prize pada New York Asia Film Festival 2007 dan Best Film di Berlin Asia Hotshot 2007. Film ini juga diputar Puchon International Fantastic Film Festival 2007, Vancouver International Film Festival 2008, Hong Kong Asian Film Festival 2007, Osian Cinefan Film Festival 2007 dan Bangkok International Film Festival 2007. Selain jadi official selection, Kala mendapatkan kehormatan sbg film penutup pada rangkaian pemutaran film Puchon International Fantastic Film Festival.

The Photograph (2007) dibesut oleh Nan T. Achnas dan dibintangi oleh aktor senior Singapura, Lom Khay Thong. Film ini meraih dua penghargaan pada penyelenggaraan ke 43 Karlovy International Film Fesrtival 4-12 Juli 2008 yaitu untuk Special Jury (pemenang kedua) dan penghargaan Ecumenical Jury Award. Film ini menjadi satu satunya film Asia yang merain dua penghargaan sekaligus.

Tiga Hari untuk Selamanya (2007) dari sutradara Riri Riza menerima Best Director dari Brussels International Independent Film Festival 2008. Film ini juga menjadi salah satu Official Selection pada Bangkok International Film Festival 2007. 

Opera Jawa (2006) dari Sutradara Garin Nugroho memenangkan Best Original Score untuk Rahayu Supanggah pada penyelenggaraan perdana Asian Film Awards 2007. Opera Jawa juga dinominasikan untuk Best Film yang bersaing dengan The Host (Korea), Love and Honor (Jepang), Exiled (Hongkong), Still Life (China) dan Curse of the Golden Flower (China). Nominasi Best Film dari Asia Pacific Screen Awards 2007. Menang Silver Screen Award Singapore International film Festival 2007. Serta juga menerima penghargaan Best   Actress untuk Artika Sari Devi pada Brussels International Independent Film Festival 2008.

Koper (2006) adalah karya perdana Richard Oh, bersama dengan 3 Hari Untuk Selamanya, Berbagi Suami dan Kala, film ini menjadi Official Selection pada Bangkok International Film Festival 2007.


Denias Senandung di Atas Awan (2006) karya Jhon de Rantau ini berhasil menjadi yang terbaik untuk kategori Best Children’s Feature Film Asia Pacific Screen Awards 2007 serta meraih Best Film pada Indonesia Feature Film Competition, Jakarta International Film Festival 2006.

Berbagi Suami (2006) yang didaftarkan untuk Academy Awards Best Foreign Film 2007 ini,  mendapat penghargaan Golden Orchid Award sebagai film terbaik pada Hawaii International Film Festival 2006, mengalahkan film-film dari 47 negara yang berkompetisi.  Film ini juga menjadi salah satu Official Selection pada Bangkok International Film Festival 2007. Sementara di Belgia pada Brussel International Independent Film Festival 2007, Nia Dinata menjadi Best Director (Prix de la meilleure Réalisation).

Gie (2005) diangkat dari buku Catatan Seorang Demonstran karya sutradara Riri Riza, mendapatkan Best Asian Feature Film pada Singapore International Film Festival 2006 dan Special Jury Award dari Asia Pacific Film Festival 2006.

Janji Joni (2005) karya perdana Joko Anwar ini mendapatkan penghargaan Best Editing pada Asia Pacific Film Festival 2005.

Banyu Biru (2005) dari sutradara Teddy Soeriaatmadja menerima Most Promosing New Actress untuk Dian Sastrowardoyo Asia Pacific Film Festival 2005.

Ungu Violet (2005) debut penyutradaraan Rako Prijanto menerima Best Supporting Actress untuk aktris senior, Rima Melati dan nominasi Best Actress untuk Dian Sastrowardoyo

Kara Anak Sebatang Pohon (2005) karya Edwin ini menjadi film pendek Indonesia pertama yang secara resmi diputar pada Cannes Film Festival 2005 untuk Director’s Fortnight

Rindu Kami Padamu (2004) karya Garin Nugroho ini meraih penghargaan Best Film Cinefan – Festival of Asian and Arab Cinema 2005.

Impian Kemarau (2004) karya sutradara Ravi Bharwani ini meraih penghargaan Asian New Talent Award pada Shanghai International Film Festival 2004. Film ini juga mendapatkan   nominasi Best Film pada Pusan International Film Festival, Bangkok International Film Festival dan Vladuvostok International Film Festival. Selain itu juga menjadi Official Selection pada Rotterdam International Film Festival, Barcellona Asian Film Festival, Split International Festival of New Film, Zanzibar International Film Festival dan Cork International Film Festival.

Biola tak Berdawai (2003) yang merupakan debut Sekar Ayu Asmara sebagai sutradara menerima penghargaan Best Actress pada Asia Pacific Film Festival 2003. Tahun 2004 film ini dipilih untuk mewakili Indonesia untuk kategor Best Foreign Film Academy Awards tahun 2004.

Ca Bau Kan (2002) adalah adaptasi dari novel berjudul sama karya Remy Silado yang juga merupakan debut penyutradaraan Nia Dinata. Nia meraih penghargaan Best New Director pada Asia Pacific Film Festival 2002. Film ini juga menerima penghargaan Best Art Direction utk Iri Supit pada festival yang sama. 

Eliana-Eliana (2002) karya Riri Riza ini mendapatkan penghargaan Best New Director pada Singapore International Film Festival 2002, serta penghargaan Dragon & Tiger Awards pada Vancouver International Film Festival 2002. Jajang C. Noer yang berperan sebagai ibu dari Eliana menerima penghargaan Best Actress pada Cinemaya Festival of Asian Cinema 2002 di New Delhi, India. Sedangkan untuk duet akting cemerlang Rachel Maryam dan Jajang C. Noer juga menerima penghargaan Best Actress pada Daeuville International Film Festival 2003.



Aku Ingin Menciummu Sekali Saja (2002) karya sutradara Garin Nugroho yang dibintangi Lulu Tobing ini menerima penghargaan Netpac Award Berlin International Film Festival 2003.

Pasir Berbisik (2001) yang merupakan karya kedua Nan T. Achnas setelah Kuldesak (1999) menerima Most Promosing Director, Best Cinematography untuk Yadi Sugandi dan Best Sound untuk Phil Judd dan Hartanto dari Asia Pacific Film Festival 2001. Film ini juga menerima Netpac Award Special Mention pada Brisbane International Film Festival 2002, Fipresci Award pada Oslo Films from the South Festival 2002 dan Asian Trade Winds Special Jury pada Seattle International Film Festival 2002. Dian Sastrowardoyo yang berperan sebagai Daya, menerima penghargaan Best Actress pada Deauville Asian Film Festival 2002, di Perancis dan Singapore International Film Festival 2002, selain juga nominasi untuk Best Asian Feature pada festival yang sama. Film ini menjadi Official Selection pada Rotterdam Film Festival 2002.  

Puisi Tak Terkuburkan (2000) karya sutradara Garin Nugroho mendapatkan penghargaan Silver Leopard Locarno International Film Award 2000 dan Nominasi Silver Screen Award pada Singapore International Film Festival.

Sri (1999) film karya Marselli Sumarno ini meraih penghargaan Special Jury Award pada Asia Pacific Film Festival 2009. Selain itu Sri juga menjadi dipilih menjadi wakil Indonesia untuk Academy Awards Best Foreign Language Film 2000. 

Kuldesak (1999) film antologi karya 4 sutradara muda Indonesia masa ini, yaitu Mira Lesmana, Riri Riza, Nan T. Achnas dan Rizal Mantovani yang dianggap sebagai tonggak sinema indonesia generasi 2000 dinominasikan Best Asian Feature Film dari Singapore International Film Festival 1999.

Daun di Atas Bantal (1998) film karya Garin Nugroho ini menjadi film Indonesia pertama yang diputar pada Cannes Film Festival 1998 untuk kategori Un Certain Regard. Pada Asia Pacific Film Festival 1998, film ini meraih penghargaan Best Film dan Best Actress untuk Christine Hakim. Garin Nugroho menerima penghargaan Lino Brocka Award dari Cinemanila International Film Festival 1998. Bersama dengan Kuldesak, film ini dinominasikan Best Asian Feature Film pada Singapore International Film Festival 1999 dan dari Tokyo International Film Festival 1998, meraih penghargaan Special Jury Prize. Film ini juga dikirim menjadi wakil Indonesia untuk berlaga pada Academy Awards Best Foreign Language Film 1999.

Bulan Tertusuk Ilalang (1995) film ketiga karya Garin Nugroho ini meraih penghargaan FIPRESCI Prize pada Berlin International Film Festival 1996.

Surat Untuk Bidadari (1994) film kedua karya Garin Nugroho yang skenarionya ditulis oleh Armantono ini meraih penghargaan Gold Award dari Tokyo International Film Festival 1994. 

Cinta Dalam Sepotong Roti (1991) film karya perdana Garin Nugroho ini menjadi film terbaik pada Festival Film Indonesia 1991. Garin sendiri meraih penghargaan Best Young Director dari Asia Pacific Film Festival 1992.

Taksi (1991) film terbaik Festival Film Indonesia 1991 karya sutradara Arifin C. Noer ini mendapatkan nominasi Best Asian Feature Film pada Singapore International Film Festival 1991.

Langitku Rumahku (1991) film karya Slamet Rahardjo dan Eros Djarot ini mendapatkan nominasi Best Asian Feature Film pada Singapore International Film Festival 1991, bersanding dengan Taksi.

Senin, 12 Desember 2011

Tyrannosaur (UK.2011)

Director: Paddy Considine
Cast:
Peter Mullan - Joseph
Olivia Colman - Hannah
Eddie Marsan - James
Samuel - Samuel Bottomley 

Tyrannosaur adalah debut penyutradaraan Paddy Considine untuk film panjang. Sebelumnya dia telah membuat beberapa film pendek dan salah satunya adalah semacam teaser untuk filmnya ini. Considine sebelumnya dikenal sebagai salah satu aktor watak Inggris yang hampir selalu main pada film-film independen dengan penampilan yang luar biasa. Sebut saja A Room for Romeo Brass, Last Resort, 24 Hour Party People, In America, Dead Man's Shoes, My Summer of Love dan Submarine. Tidak ada satupun penampilannya yang mengecewakan. Meskipun telah melakukan debut akting untuk film Hollywood seperti Cinderella Man dan The Bourne Ultimatum, aktor berusia 37 tahun ini tetap setia memilih bekerja untuk produksi independen Inggris. Begitu pula dengan film pertamanya sebagai sutradara ini, diproduksi secara independen. Selain menyutradarai, Considine menulis sendiri naskah asli untuk debutnya ini.

Tyrannosaur berfokus pada dua karakter utama, Joseph (Peter Mullan) dan Hannah (Olivia Colman), yang bertemu dengan cara yang cukup mustahil, Joseph tiba-tiba saja berlari ke dalam toko amal milik Hannah dan bersembunyi di rak pakaian. Tentu saja Hannah bingung, tetapi kemudian mencoba mengajak Joseph berkomunikasi, tetapi Joseph tidak peduli dan bersikeras untuk tidak diganggu. Namun, Hannah dengan tenang dan manis tetap berupaya untuk membuat percakapan dengan Joseph yang sedang emosional. Saat Hannah berdoa untuknya, Joseph tersentuh dan dia menangis. Inilah kemudian yang menjadi alasan Joseph untuk kerap kali datang ke toko tersebut, dia menemukan ketenangan yang selama ini dicarinya.

Apa yang penonton sudah tahu dan Hannah belum tahu adalah bahwa Joseph seorang duda, selalu dalam kondisi mabuk, bertemperamen sangat tinggi, gampang sekali marah untuk hal-hal kecil yang mestinya bisa ditoleransi dan dimaafkan. Opening film memperlihatkan Joseph yang dalam keadaan mabuk dan marah, menendang anjingnya sendiri hingga mati. Tanpa alasan yang jelas dan tak lama kemudian dia menyesali semuanya. Opening film ini jelas memberikan gambaran bagaimana karakter Joseph yang brutal.

Hannah yang memutuskan untuk menyembunyikan Joseph seperti langsung mendapat nilai positif di mata Joseph. Perlahan Hannah memberikan kisah hidup yang baru buat Joseph. Keramahan yang diberikannya membuat Joseph kembali merasakan dianggap dan dihargai, sesuatu yang telah hilang dari hidupnya. Setiap kali bersama Hannah, dia berusaha untuk meredam kemarahan dan mulai terbuka kepadanya. Joseph tampak seperti menemukan pelabuhan kesuraman, kesedihan dan kesendiriannya selama ini. Tapi hal yang belum dia tahu adalah bahwa Hannah wanita yang menjadi korban kekerasan rumah tangga. Suaminya, James (Eddie Marsan) kerap kali menjadikannya korban kekesalan dan kemarahan tanpa sebab. James adalah sosok suami bertangan dingin, menakutkan dan mengerikan. Penonton akan merasakan kepedihan hidup Hannah begitu mendera sehingga akan berharap Hannah melakukan sesuatu terhadap suaminya. Tapi Hannah berdiam diri, menerima dengan lapang dada, termasuk ketika dia dikencingi dengan keji oleh James.

Joseph dan Hannah saling membutuhkan. Joseph yang kesepian harus menghadapi kenyataan bahwa ayahnya sedang sakit dan dia tidak diterima dengan baik oleh keluarganya sendiri. Hannah yang awalnya terlihat seperti penolong buat Joseph lama kelamaan justru seperti lebih membutuhkannya, termasuk ketika dia sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan James yang membuatnya mendapatkan memar parah dimatanya.

Paddy Considine terlihat begitu gigih dan mendalam menghabiskan banyak waktu dengan adegan-adegan detail ekspresi, tingkah laku dan memperlihatkan bagaimana setiap karakter berusaha keras memakai topeng untuk menutupi kerapuhan dan menyembunyikan kesedihan hidup mereka. Sayangnya untuk Hannah, topeng yang dia kenakan gagal dan James berhasil membuat fisik dan mental Hannah terlihat makin menyedihkan (dengan memar dimatanya). Untung bagi Hannah, Joseph merasa terdorong untuk melindunginya dan berencana untuk melakukan sesuatu, hingga dia menyadari satu hal yang selama kedekatannya dengan Hannah tak pernah terpikirkan olehnya.

Ada saat-saat di Tyrannosaur yang akan membuat penonton gemas sambil mengepalkan jemari tangan dan saat-saat lain yang mungkin membuat penonton menutup mata dan berpaling. Tampak ada semacam kekhawatiran melihat kedekatan Joseph dan Hannah, seperti sesuatu yang mestinya tidak terjadi, bagaimana Hannah yang sepertinya kembali pada laki-laki yang tidak jauh berbeda dari suaminya. Dalam hal ini penulis menggunakan dua pepatah yaitu mawar tumbuh dari beton dan keluar dari mulut singa masuk mulut harimau. Tetapi untungnya kekhawatiran tersebut pudar melihat kegigihan Joseph berusaha untuk jadi lebih baik selama bersama Hannah. Bahwa Hannah memberi pengaruh baik terhadap Joseph atau sebaliknya kembali kepada penonton, karena kemudian akhir film ini memberikan keleluasaan pada kedua karakternya untuk saling mendukung.

Peter Mullan menawan sekaligus mengerikan sebagai Joseph. Dia tampak mengerikan pada opening dan closing film dengan memberikan "aksi ledakan" yang mengerikan pada dua anjing yang kurang beruntung (pertama anjingnya sendiri dan yang kedua anjing tetangganya) dan seperti sebuah bom waktu yang berdetak di ambang ledakannya, siap meledak kapan dan dimana saja. Joseph terlihat menawan ketika dia bersama Hannah, dia perlahan seperti menemukan kembali dirinya yang hilang sejak kematian sang istri.

Namun yang paling beresonansi dengan sempurna adalah Olivia Colman sebagai Hannah. Aktris ini membuktikan bahwa dirinya bukan hanya sekedar komedian Inggris yang kerap kali berhasil membuat orang tertawa, tapi kali ini sebuah penampilan berbeda dari belasan serial televisi yang pernah dia bintangi. Sebuah penampilan yang berhasil membuat penonton bersimpati, bersedih dan menangis mengikuti penderitaan Hannah yang dibawakannya. Hannah membawa gagasan pada penonton bahwa dia adalah seorang penolong bagi Joseph, namun keadaan kemudian justru berbalik bahwa Hannahlah yang lebih membutuhkan bantuan dari Joseph.

Untuk menikmati Tyrannosaur adalah sebuah pengalaman menonton film yang sulit dan berat, terutama karena banyak sekali adegan-adegan yang membuat napas-berhenti dan berefek menghantui karena terasa terlalu nyata. Considine berhasil menjebak penonton untuk terlibat dalam setiap adegan, dengan kesuraman, kesedihan, kesunyian dan kesepian yang dihantarkan hampir pada semua bagian film ini. Sisi gelap jiwa manusia yang terlalu banyak dan lama dieksplorasi mungkin menjadi bagian mengganggu dan berat bagi penonton untuk bertahan, tetapi penampilan kuat dan chemistry antara Mullan dan Colman adalah jaminan untuk menunggu film ini menuju akhirnya yang baik.

Satu-satunya bagian yang cukup menyenangkan dari film ini adalah interaksi antara Joseph dengan Samuel (Samuel Bottomley), seorang bocah lelaki yang tinggal di depan rumahnya. Hubungan mereka tampak seperti teman yang saling mendukung. Kepolosan Samuel yang pada beberapa bagian terlihat menggemaskan membuat Joseph begitu peduli padanya. Termasuk ketika Samuel harus menghadapi kekerasan dari kekasih ibunya, Joseph tidak tinggal diam.

Tyrannosaur bukanlah film yang membuat penonton merasa hangat. Bahkan dengan adegan kedekatan pada akhir film antara Joseph Hannah yang saling menyentuh tangan dan bertukar senyum dengan lembut, seperti secara tidak langsung memberikan pengertian bahwa ini bukan sebuah film cinta picisan yang berakhir dengan semua orang akan senang, tetapi sebuah ikatan emosional yang lebih dalam dari sekedar itu dan biarkanlah Joseph dan Hanna menentukan sendiri bagaimana hidup mereka selanjutnya.

Film ini berhasil menjadi yang terbaik pada British Independent Film Awards 2011, menyingkirkan saingan terberatnya Shame dan Tinker Taylor Soldier Spy. Paddy Considine dan Olivia Colman masing-masing mendapatkan penghargaan untuk best debut director dan best actress. Sebelumnya Tyrannosaur juga telah diputar pada Sundance Film Festival 2011 dan menerima penghargaan directing untuk Considine dan special jury prize untuk Mullan dan Colman.

Rabu, 30 November 2011

Drive (US.2011)

Director: Nicolas Winding Refn 
Cast :
Ryan Gosling - Driver
Albert Brooks - Bernie
Ron Pearlman - Nino
Carey Mulligan - Irene
Oscar Isaac - Standard
Kaden Leos - Benicio
Bryan Carnston - Shannon

Sejak rilis perdana pada Cannes Film Festival 2011, Drive telah menjadi bahan pembicaraan banyak pihak, mulai dari kritikus, film blogger dan pengemar film action. Film ini menjadi "most wanted movie of 2011". Diadaptasi oleh Hossen Amini dari novel berjudul sama karya James Sallis, Drive dibuka dengan adegan pengenalan karakter utama dengan cukup informatif. Seorang Pria (Ryan Gosling) terlihat menyetir sebuah mobil di jalanan Los Angeles, dia menjemput dua orang pria yang terlihat terburu-buru. Mobil bergerak menghindari kejaran polisi dan berhasil kabur. Adegan ini cukup memberikan informasi profesi dari karakter yang diperankan Ryan Gosling yang sepanjang film tidak pernah disebut namanya. Gosling adalah supir untuk para kriminal untuk melancarkan aksinya.

Selain sebagai pengemudi 'khusus' pada malam hari, pada adegan selanjutnya penonton mendapatkan informasi kedua bahwa sang supir adalah seorang stunt Hollywood pada siang hari, dan bekerja di sebuah bengkel milik Shannon (Bryan Carnston). Plot dilanjutkan dengan bagaimana interaksi sang supir dengan Irene (Carey Mulligan) seorang wanita beranak satu, Benicio (debut aktor muda Kaden Leos) yang tinggal di sebelah flatnya. Kedekatan antara mereka terjadi begitu saja ketika mobil Irene rusak dan sang supir membantunya. Sang supir yang dingin dan kaku tetapi sebenarnya kesepian, begitupun Irene yang harus menghadapi kenyataan memiliki suami yang di penjara. Manisnya hubungan mereka diganggu dengan berita kepulangan Standard (Oscar Isaac), suami Irene. Pertemuan dengan Irene dan Standard inilah yang kemudian mengubah jalan hidup sang supir.


Dua plot utama yang ditampilkan dalam film ini kemudian menjadi saling berhubungan dan tumpang tindih. Bahwa segala sesuatunya kemudian saling terpaut dengan dekat. Tidak jauh berbeda dengan plot-plot yang sering kita temuin pada film-film kriminal khas Inggris seperti Snatch, Dead Man's Shoes, London to Brighton, Intermissions, dan Layar Cake. Sang supir memutuskan untuk membantu suami Irene yang ditekan oleh pihak yang memberi dia piutang untuk melakukan sebuah perampokan dan semua berakhir tidak seperti yang diinginkan. Suami Irene ditembak mati. Sang supir diburu kematian. Bernie (Albert Brooks) dan Nino (Ron Pearlman) dua mafia yang siap menghabisinya. Dia tidak hanya harus menyelamatkan diri sendiri, tetapi juga Irene dan anaknya. Satu-satunya cara untuk selamat adalah dengan mengkonfrontasi mereka.


Untuk membuat kesan tegas dan wibawa, Refn dan Hossen Amini tidak memberikan banyak dialog untuk karakter sang supir. Dan hal itu berhasil. Gosling tampil gemilang. Tegas, berwibawa, hanya dengan ekspressi dan tatapan mata tanpa kedip, penonton bisa merasakan bagaimana sang supir bernyali tinggi, berani dan siap bertindak tanpa ampun. Penonton tidak akan lupa saat karakternya berubah serius dan tiba-tiba bertindak mengerikan. Salah satu adegan yang berhasil mempelihatkan hal itu adalah ketika sang supir dengan membabi buta dan tanpa ampun menghabisi seorang pria yang mencurigakan di elevator. Padahal sebelum menghancurkan wajah pria itu, dia mencium Irene. Harus diakui bahwa karakter yang dibawakan Ryan Gosling ini adalah satu dari peran terbaik yang pernah dia mainkan.


Albert Brooks dan Ron Perlman bermain fantastis bermain Mafia. Albert Brooks sangat menakutkan sebagai bos mafia, ini merupakan perubahan dan terobosan baru pada kariernya, karena dia biasanya lebih banyak main untuk film komedi. Bernie yang diperankan Brooks ini selalu membawa semacam pisau dan dengan berdarah dingin tanpa ampun menancapkan pisau tersebut pada lawan bicara yang tidak dia suka. Sebuah penampilan yang mengesankan. Atas usaha tersebut Brooks telah menerima penghargaan aktor pendukung terbaik dari New York Film Critics Circle 2011.


Satu hal yang menjadi perhatian penulis adalah detail sinematografi, artistik, kostum dan soundtrack untuk film ini yang seperti memberikan penghormatan untuk film-film tahun 80-an. Font berwarna pink, jaket jaket yang dipakai oleh Gosling, adegan-adegan action dengan suasana kota urban yang mengingatkan pada serial miami vice karya Michael Mann dan musik new wave elektronik dari Cliff Martinez yang semakin memberi rasa 80-an. Salah satu lagu soundtrack yang sangat berkesan memberi rasa untuk film ini adalah track A Real Hero dari College featuring Electric Youth. Lagu ini seperti sengaja dibuat untuk memberi kesan mendalam (Hero) pada karakter yang diperankan Ryan Gosling, mengiringi adegan Gosling dan Mulligan menghabiskan waktu bersama di pinggiran kota dan juga untuk akhir filmnya.


Bagian dari film yang berpeluang untuk membosankan bagi penonton adalah adegan-adegan hening antara Gosling dengan Mulligan yang hanya menatap satu sama lain, secara telepati seperti berusaha membaca pikiran satu sama lain. Tetapi adegan tersebut cukup memperjelas masing-masing karakter. Sang Supir yang terlihat kaku, sedangkan Irene bergumul dengan dilema akan anak dan suaminya yang dipenjara.


Ada semacam rasa sesak saat film ini menuju akhirnya. Penonton dibuat menahan nafas lebih dari 30 detik untuk memastikan bahwa ini adalah sebuah ending mereka harapkan atau tidak. Begitupun dengan adegan ketika Irene mengetuk pintu flat sang supir. Film ini dibuat bukan dengan style kebanyakan film Hollywood yang memberikan akhir yang dinginkan oleh penontonnya. Tetapi Drive memberikan sebuah ending terbaik, yang akan membawa penonton pada rasa sesak tadi namun berdecak kagum (saya tidak akan spoiler untuk ini).


Drive bukanlah film yang original. Akting, cerita dan teknisnya telah banyak kita lihat pada film film lain. Tidak banyak hal-hal baru yang ditampilkan, tetapi Nicolas Winding Refn berhasil mengeksekusi semua yang tidak baru tersebut menjadi drama thriller yang spesial. Spesial karena semuanya berada pada porsinya, tidak ada yang berlebihan dan tampak apa adanya. Drive menjadi sebuah film yang jelas akan tampil seperti apa dan diselesaikan dengan baik. Drive tidak dibuat untuk semua orang, tetapi Refn yang begitu memahami dan mengerti bekerja di belakang kamera untuk film ini, memberikan pengalaman menonton yang baru pada tiap penontonnya. Drive disiapkan untuk menjadi sebuah perjalanan sinematik pemacu adrenalin. Dan itu berhasil, paling tidak itu yang penulis rasakan.

Drive memang bukan sebuah mahakarya namun tetap menjadi salah satu film yang diarahkan dengan baik tahun ini dan sangat pantas disandingkan dengan drama kriminal brutal terbaik yang pernah hadir sebelumnya seperti Goodfellas, Casino, Reservoirs Dog, Sexy Beast, City of God, American History X, Carlito's Way dan True Romance.Atas usahanya mengemas film ini dengan baik, Refn mestinya berhak menjadi salah satu sutradara yang diunggulkan sebagai yang terbaik tahun ini.

Drive telah menerima penghargaan best director dari Cannes Film Festival 2011 untuk Nicolas Winding Refn. Carey Mulligan yang berperan sebagai Irene, juga telah menerima penghargaan best supporting actress of the year (juga untuk Shame) dari Hollywood Film Festival 2011. Serta nominasi film berbahasa asing terbaik British Independent Film Awards 2011. Dan sampai menjelang akhir tahun ini,  Drive adalah salah satu film yang begitu populer diprediksi mendapatkan nominasi oscar terutama untuk sutradara, aktris pendukung, naskah adaptasi, editing dan soundtrack.


Drive mendapatkan tempat terhormat pada posisi 148 dari 250 film-film terbaik sepanjang masa versi IMBD. Paling tidak ini memperlihatkan bahwa Drive adalah salah satu film yang harus ditonton tahun ini. Drive menerima begitu banyak review positif karena berhasil memberikan tontonan yang tidak hanya menghibur tetapi juga dengan kualitas berkelas, setara dengan Donnie Darko (2001), Into the Wild (2007) dan Trainspotting (1996) yang bersanding dengan Drive pada list film-film terbaik versi IMBD seperti yang tersebut di atas.

 

Kamis, 10 November 2011

A Separation (Iran.2011)

Director : Asqhar Farhadi
Cast : 
Peyman Moaadi - Nadar
Leila Hatami - Simin
Sareh Bayat - Razieh
Shahab Hosseini - Hodjat
Sarina Farhadi - Termeh
Merila Zarei - Miss Ghahrai
Ali Asghar Shahbazi - Ayah Nader

Film baru Asghar Farhadi adalah sebuah melodrama yang menangkap tema tanggung jawab, kejujuran, cinta, religiusitas, dan pengorbanan. Film dimulai dengan argumen perceraian antara Simin (Leila Hatami) dan Nader (Peyman Moaadi) pada seorang hakim di pengadilan Iran. Melalui argumen mereka, alur cerita utama film menjadi jelas bahwa Nader dan Simin telah berencana untuk pindah ke Eropa untuk kehidupan yang lebih baik. Meskipun Nader tertarik dengan ide hidup di luar negeri, ia kemudian menolak karena ayahnya (Ali-Asghar Shahbazi) menderita Alzheimer dan butuh perawatan khusus. Ketika, di pengadilan, Simin mengatakan pada Nader "bahkan ayahmu sudah tidak mengenalimu lagi" Nader membantah dengan "... tapi aku tahu dia." Di sini diperlihatkan bahwa di Iran, tanggung jawab anak sangat nyata terhadap orang tuanya. Simin tetap bersikeras dengan gagasan pergi ke luar negeri. Ketika Nader menolak, dia percaya tidak ada cara lain untuk mereka kecuali perceraian. Simin kemudian memutuskan untuk tidak tinggal bersama suami dan Termeh (Sarina Farhadi), putrinya lagi. Tanpa berpikir panjang Nader memutuskan untuk menyewa Razieh (Sareh Bayat) perawat yang dapat diandalkan dan bertanggung jawab untuk ayahnya.

Razieh digambarkan sebagai sosok wanita yang sangat taat dalam beragama (atau mungkin begini semua sosok wanita di Iran). Ketika dia harus membersihkan ayah Nader dengan menyentuhnya, dia harus menyakinkan diri dengan menelpon seseorang untuk bertanya apakah dia tidak berdosa melakukan hal tersebut. Sebagai seorang wanita yang benar-benar percaya dalam aturan ketat agama, tidak ingin melakukan hal yang tidak sesuai dengan prinsipnya, Razieh memutuskan untuk tidak datang lagi mengurus ayah Nader. Tetapi esok harinya justru kemudian dia datang kembali. Disini kita bisa langsung menyimpulkan bahwa Razieh berkompromi dengan dirinya sendiri hanya karena dia butuh uang.


Sampai kemudian Nader pulang dan mendapati ayahnya terjatuh dari tempat tidur dan dalam keaadaan hampir meningal dunia. Dan tidak ada Razieh bersamanya. Razieh bahkan mengikat kedua tangan ayahnya. Nader bahkan berpikir ayahnya meninggal dunia. Nader menjadi sangat marah dengan tindakan Razieh yang tidak bertanggung jawab karena meninggalkan rumah, mengunci ayahnya dari luar dan mengikat tangannya. Ketika ia kembali, Nader terpaksa mengusir dengan mendorong dia keluar dari rumah. Razieh meminta maaf dan memaksa untuk tetap bekerja karena butuh uang. Tanpa sepengetahuan Nader, Razieh jatuh ke tangga dan mengalami keguguran atas bayi yang dikandungnya.


Nader dituduh membunuh bayi Razieh dengan sengaja. Razieh klaim bahwa Nader mendorongnya meskipun ia tahu ia sedang hamil. Nader menyangkal hal itu. Suami Razieh, Hodjat (Shahab Hosseini) tidak memiliki pekerjaan dan memiliki banyak utang. Dengan kondisi yang serba kekurangan membentuk Hodjat menjadi pribadi yang keras, gampang marah dan bertemperamen tinggi.  Beberapa kali dia bertindak kasar terhadap Nader dan hakim yang mengurus masalah mereka. Termeh tahu bahwa ayahnya berbohong karena dia yakin bahwa Nader mendengar cerita kehamilan Razieh ketika dia sedang berbicara tentang hal itu dengan gurunya, Miss Ghahraii (Merila Zare'i).


Dari sinilah kemudian konflik terbangun dengan sendirinya. Masing-masing karakter berusaha untuk bertahan pada ego demi keuntungan sendiri. Dengan motif dan alibi yang mereka yakini kuat, dan bahkan mungkin kemudian kebohongan menjadi satu-satunya pilihan untuk bisa keluar dari permasalahan. Dalam hitugan menit, jam atau hari jalan hidup manusia bisa berubah 180derajat. Tidak ada yang dibuat berlebihan dalam film ini. Semua terasa begitu nyata, apa adanya dan terjadi begitu saja dan kemudian membebani masing-masing karakternya.


Bagian paling menarik dari film ini adalah naskahnya yang tidak mengambil pihak pada salah satu karakternya. Sebaliknya, semua orang tampaknya sama-sama benar dan salah pada waktu yang sama. Mereka semua terjebak dalam motif, ego, moralitas dan agama, uang dan kehormatan masing-masing. Bagaimana kemudian kita sebagai penonton digiring pada moral moral dari setiap karakter yang semakin menjelang film berakhir semakin terasa menipis. Entah pihak mana mestinya yang perlu kita dukung. Karena pada dasarnya penonton selalu melakukan tindakan pihak memihak, tetapi tidak untuk film ini. Dan inilah yang menjadi bagian menarik dan terbaik dari film yang didaftarkan oleh Iran berlaga untuk Oscar Best Foreign Film tahun ini.


Agama masih menjadi salah satu komoditi paling utama dan penting ketika sebuah permasalahan mengalami jalan buntu. Entah menjadi sebuah pelarian atau justru sebuah penyelesaian. Dan untuk sebuah negara seperti Iran, dengan masyarakatnya yang masih memegang tinggi prinsip prinsip hidup beragama tentu hal tersebut menjadi satu-satunya cara untuk kembali melihat lebih dalam dan jujur untuk melakukan apapun. Ketika Razieh diminta untuk bersumpah dengan Al Qur'an dia mendapatkan keraguan. Apalagi kemudian dia ternyata tidak yakin akan semua tindakannya menuntut Nader. Dia takut hal-hal yang tidak baik akan menimpa anak mereka jika dia bersumpah dengan Al Qur'an atas sesuatu yang dia tidak yakini kebenarannya. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa agama berperan penting pada kehidupan masyarakat Iran.


A Separation menjadi lebih rumit dari film Farhadi sebelumnya, About Elly. Tampaknya bahwa drama ruang pengadilan dapat tempat terbaik untuk Farhadi guna menciptakan dunia sendiri tetapi dengan rasa yang realistis dan karakter tampak begitu dekat dan mungkin bisa menjadi siapapun disekitar penonton. Pilihan yang juga sangat tepat yang dilakukan Farhadi adalah menempatkan penonton pada posisi hakim selama menonton. Tetapi justru masalahnya adalah bahwa hakim tidak menyediakan bantuan untuk membuat dan membawa penonton melakukan penilaian yang jelas dan tetapi justru membuat situasi menjadi lebih rumit. Farhadi tidak ingin penonton berpihak pada siapapun. Inilah yang menjadi bagian paling utama dalam film ini, ketika garis antara hitam dan putih menjadi redup. Dia membiarkan kita sebagai penonton mengamati dan meninggalkan teater dengan tanda tanya besar dikepala masing-masing.


Adegan yang paling menyentuh dalam film ini adalah ketika Nader membersihkan ayahnya dan dia menangis. Bukan karena dia terbebani dengan ayahnya, lebih pada dia gagal sebagai seorang laki-laki, suami dan ayah yang baik untuk anaknya. Selain itu adegan ketika Razieh menemui Simin dan membuka tabir keraguannya menjelang akhir film juga menjadi sebuah twist ysng menjadikan film ini satu dari film terbaik tahun ini tanpa perlu spesial effect, bujet kolosal dan pemain-pemain mahal. Cukup sebuah cerita dan naskah sederhana yang mengena.


A Separation  hadir ditengah gempuran film-film fiksi ilmiah dengan teknologi tinggi yang justru miskin cerita. Film ini adalah contoh baik yang dapat membantu kita sebagai penonton untuk merevisi ide-ide tentang konsep-konsep penting seperti tanggung jawab, cinta, kasih, dan pengorbanan.


A Separation berada pada peringkat 162 dari 250 film terbaik sepanjang masa versi IMDB. Film ini juga menerima Golden Berlin Bear (film terbaik)  Berlin International Film Festival 2011. Selain itu juga menerima Silver Berlin Bear untuk aktor dan aktris terbaik bagi keempat pemain utamanya. A Separation juga dinominasikan film berbahasa asing terbaik British Independent Film Awards 2011 dan mendapatkan 4 nominasi termasuk film dan sutradara terbaik dari Asia Pacific Screen Awards 2011 yang akan diumumkan 24 November nanti di Gold Coast, Australia.

Senin, 27 Juni 2011

Sympathy for Lady Vengeance (Korea.2005)


Director : Park Chan Wook
Screenplay : Park Chan Wook, Jeong Seo Gyeong
Cast:
Lee Young Ae – Lee Gum Ja
Choi Min Sik – Mr. Baek
Kim Si Hoo – Geun Shik
Kim Byeong Ok – Preacher
Nam Il Woo – Detectice Choi
Oh Dal Su – Mr. Chang
Lee Seung Sin – Park Yi Jeong
Kwon Yea Young - Jenny

Sympathy for Lady Vengeance melengkapi trilogy revenge yang dipersembahkan oleh Park Chan Wook. Film yang berjudul asli Chinjeolhan geumjassi ini berhasil memberikan semacam orgasme bagi penonton yang menunggu dua tahun sejak Oldboy, film keduanya rilis tahun 2003. Kepuasan yang didapat dari menonton film adalah penyempurnaan aksi sadis dan mencekam Chan Wook yang kali ini memanfaatkan perempuan sebagai tokoh yang membalaskan dendam tanpa ampun. Kepuasan dengan detail cerita, akting, teknis yang saling mendukung dengan hasil sangat maksimal. Meskipun berdiri sendiri, film ini tentu mendapatkan perbandingan dengan kedua film sebelumnya. Sympathy for Lady Vengeance berhasil mendekati “kegilaan” Oldboy meskipun secara penyutradaraan dan naskah, Oldboy terasa lebih sempurna dan maksimal. 

Jika Sympathy for Mr. Vengeance dan Oldboy lebih terfokus pada 3 karakter utamanya. Maka dalam film ini kita diperkenalkan pada belasan karakter yang membantu usaha balas dendam yang akan dilakukan oleh Lee Gum Ja (yang dimainkan dengan sempurna oleh Lee Young Ae). Lee Gum Ja ditampilkan dengan berbagai macam karakter dan pribadi mewakili masa dimana dia harus menghadapi hidupnya yang pahit. Kita akan melihat Lee Gum Ja yang bak seorang malaikat ketika menghabiskan masa-masa hidupnya di penjara. Kita juga akan melihat sosok Lee Gum Ja yang dingin, tanpa hati, penuh kebencian ketika dia mulai merencanakan untuk membalaskan dendam saat keluar dari penjara. Kita juga akan melihat bagaimana Lee Gum Ja yang sangat lugu, hamil luar nikah dan  tidak bisa berbuat apa-apa saat harus menerima hukuman atas tuduhan pembunuhan anak-anak. Terakhir kita juga akan melihat Lee Gum Ja berusaha menjadi ibu dengan limpahan kasih sayang untuk anaknya yang selama ini diadopsi dan tinggal di Australia. Karakter-karakter Lee Gum Ja yang beragam inilah yang menjadi pengait dari kisah kisah bagaimana awal hidupnya hingga harus terjebak 13 tahun dalam penjara dan menyusun rencana dengan sempurna untuk membalaskan dendam pada Mr. Baek (Choi Min Sik).

Lee Gum Ja menghabiskan waktu 13 tahun atas tuduhan kejahatan yang tidak pernah dilakukannya. Sangat berat baginya menghabiskan masa 13 tahun di lapas perempuan yang penuh berbagai karakter kriminal wanita dengan berbagai macam tindak tanduk yang unik dan aneh. Lee Gum Ja menjadikan dirinya sosok yang begitu dicintai semua orang. Bahkan untuk menolong salah satu rekan sel-nya, Gum Ja dengan "tangan dingin" membunuh salah satu narapidana yang memang menjadi momok bagi lainnya. Hari dimana dia dibebaskan menjadi hari yang membuatnya berikrar akan membalaskan masa-masa kelam hidupnya dipenjara. Hari yang menjadi pembuka baginya untuk kembali mengumpulkan puing-puing berserakan dari masa lalunya untuk diperbaiki. Dengan cara seperti apa? Dengan cara yang tidak biasa. Sangat tidak biasa.

Perlahan Lee Gum Ja berhasil memasuki kehidupan Mr. Baek, seorang guru TK yang sebenarnya melakukan tindak pembunuhan belasan anak usia belia yang dituduhkan padanya.
Bagaimana sempurnanya aksi balas dendam ini? Gum Ja mengumpulkan bukti-bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Mendatangi semua orang tua dari anak-anak yang telah dibunuh dan menyakinkan semua orang tua tersebut untuk memberikan pembalasan yang setimpal pada Mr. Baek. Tidak mudah memang untuk mengumpulkan para orang tua yang masih terpukul atas terbunuhnya anak mereka, meskipun telah 13 tahun berlalu. Tentu banyak penolakan-penolakan dari mereka, namun didasari atas amarah yang masih mereka miliki, Gum Ja berhasil menyakinkan para orang tua ini. Dengan bantuan teman-temannya selama berada di penjara, Gum Ja mulai menjalankan aksi balas dendam ini. Bukan hanya dendamnya, tetapi dengam belasan orang tua yang telah kehilangan “malaikat” kecil mereka.

Sementara memulai aksi balas dendamnya, Gum Ja mencoba untuk kembali mencari “rasa” untuk menjadi seorang ibu. Gum yang pada masa lalunya pernah melahirkan seorang anak perempuan yang kala itu tidak bisa dirawatnya karena masih sekolah. Jenny (Kwon Yea Young) diadopsi oleh sebuah keluarga di Australia. Gum Ja mendatangi keluarga angkat Jenny dan melakukan pendekatan pada mereka untuk bisa kembali dekat dengan Jenny dan membawanya pulang ke Korea. Bersama Jenny, Gum Ja menjadi pribadi yang lain, seorang ibu yang ternyata belum begitu siap menghadapi segala macam pertanyaan tentang ketidakhadirannya selama 13 tahun lebih usia Jenny. Kedekatannya dengan Jenny seperti memberi sebuah oase bagi hidupnya yang penuh dendam dan amarah.  

Dengan menggunakan alur maju mundur, naskah buatan Park Chan Wook dan Jeong Seo Gyeong perlahan membuka satu persatu jalan hidup pahit Lee Gum Ja. Dengan rapi plot utama film dan sub-plot saling berkaitan menuturkan kisah demi kisah dengan berkali-kali memutar cerita kembali ke masa lalu dan masa sekarang. Kecermatan penyusunan naskah menjadi nilai lebih untuk film ini. Twist demi twist hadir semakin banyak dan semakin pahit menjelang film berakhir. Adegan ke adegan terhubung dengan hubungan sebab akibat yang jelas. Tidak ada satupun adegan yang kosong dan tidak perlu, karena keterkaitan yang nyaris tanpa celah. Editing membantu memberikan koneksi-koneksi menarik antara adegan satu dengan lainnya.

Film ini mencampurkan drama, thriller, slasher dan fantasi dengan sangat baik. Pada beberapa scene terasa akan sangat mencekam karena adegan-adegan yang begitu miris. Seperti ketika film memasuki paruh terakhir saat setiap orang tua memutuskan untuk membabi buta secara bergantian menyiksa Mr. Baek. Pada beberapa adegan kita akan dibuat haru dan tersentuh dengan bagaimana Gum Ja mengorbankan hidupnya demi kejahatan yang tidak pernah dilakukannya, salah satunya adalah adegan dia memotong jari kelingkingnya. Pada bagian lain kita akan masuk pada fantasi-fantasi Gum Ja membunuh Mr. Baek. Rangkaian berbagai macam genre di dalamnya tidak membuat film kedodoran, justru sebaliknya, alur dan cerita film menjadi semakin menarik hingga membawa kita pada ujung kisah yang semakin kelam, sadis dan perih.

Sosok Lee Gum Ja berhasil mendapatkan simpati yang sangat besar dari penonton. Sesuai dengan premis film ini tentunya. Tidak peduli bagaimana cara Gum Ja untuk melakukan segala macam rencana dan tindakannya, penonton dari awal dibuat telah berpihak padanya. Bahkan saat Gum Ja memilih cara menghakimi Mr. Baek dengan sadis, penonton "bersorak girang" menanti siksaan demi siksaan yang akan dihadapi Mr. Baek. Chan Wook berhasil memberikan sebuah pemahaman tentang dunia dendam yang begitu dalam bagi Gum Ja pada penonton. Bahkan ketika bertumpu pada pikiran sehat akan terasa sangat berlebihan jika kita melihat tindakan-tindakan Gum Ja dalam membalaskan dendamnya. Tetapi kemudian semua dipatahkan oleh Chan Wook. Dia menciptakan sebuah pemikiran baru tentang dendam yang pahit dan perih akan sangat lumrah jika dibalaskan dengan cara yang membabi-buta tanpa ampun.

Park Chan Wook mengambil teori hukum rimba. Kejahatan dibayar dengan kejahatan. Kesakitan dibayar dengan kesakitan. Pembunuhan dibayar dengan pembunuhan. Tidak ada baris-baris kalimat undang-undang hukum dan pengadilan. Chan Wook berusaha memperlihatkan dendam dengan menyelami dunia pikiran manusia yang paling dalam dan kelam. Gum Ja dibuat begitu merana dan menderita sehingga memiliki alasan yang kuat membalaskan dendam tanpa ada lagi rasa kasihan dalam dirinya. Dan Gum Ja berhasil mempengaruhi orang lain yang tanpa nurani bisa mempertaruhkan belas kasihan demi amarah yang masih berkecamuk atas dasar kehilangan orang yang disayang.

Tidak jauh berbeda dengan 2 film sebelumnya, Sympathy for Mr.Vengeance dan Oldboy, naskah yang baik dan nyaris tanpa celah, didukung akting mumpuni dari para pemerannya, segi teknis juga menjadi faktor pendukung yang kuat. Dengan alur maju mundur, editing menjadi nilai lebih untuk ditonjolkan dengan sempurna. Sinematografi yang memanfaatkan berbagai macam warna-warna soft untuk membedakan masa hidup Gum Ja. Satu lagi yang juga sangat memberi nilai lebih untuk film ini adalah musik-musik pengiring film gubahan Choi Seung Yeong, rasakan kebencian, ketegangan, ketakutan, kesedihan dan kebahagiaan menyatu dengan adegan-adegan dalam setiap bingkai film ini.

Lee Young Ae yang memerankan Gum Ja bermain sangat luar biasa. Pribadi-pribadi Gum Ja yang unik ditampilkannya dengan akting terbaiknya. Tidak salah kemudian salah satu aktris senior Korea Selatan ini mendapatkan banyak penghargaan Aktris Terbaik atas usahanya menghidupkan peran Gum Ja, yaitu dari Cinemanila International Film Festival, Stiges Catalonian International Film Festival, Baek Sang Film Awards, Blue Dragon Film Awards dan Oscarnya Korea, Grand Bell Film Awards. Aktor Choi Min Sik yang dikenal sebagai Oh Dae Soo dalam Oldboy dipercaya kembali oleh Chan Wook, kali ini sebagai Mr. Baek. Choi Min Sik berhasil memberikan penampilan terbaiknya, sebagai seorang guru yang terlihat begitu baik dan sayang pada murid-muridnya yang pada sisi lain adalah monster yang sakit jiwa membunuh murid-muridnya sendiri. 

Park Chan Wook sendiri memenangkan penghargaan sutradara terbaik dari Bangkok International Film Festival. Selain itu mendapatkan penghargaan film terbaik dari Venice Film Festival, Sarasota Fil  Festival & Fantasporto. Selain itu juga mendapatkan nominasi film berbahasa asia terbaik dari Hong Kong Film Awards dan nominasi Screen International Awards dari European Film Awards.