Director: Hany Abu Assad
Cast: Ali Suliman, Kais Nashef, Lubna Azabal, Hiam Abbas, Amer Hiehel, Mohammad Bustami
Isu bom belakangan ini di Negara kita menjadi polemik yang menimbulkan berbagai macam spekulasi. Tentu yang sangat menjadi pertanyaan semua pihak adalah apa sebenarnya motif dibalik pembomanan beberapa tempat tersebut. Isu agama menjadi salah satu kontroversi yang menjadi pertentangan berbagai pihak. Bagaimana tidak ketika bom kemudian disangkut pautkan dengan sebuah ajaran yang bernama JIHAD. Bagaimana JIHAD diajarkan dalam Islam dan tujuan seperti apa yang sebenarnya ingin diraih seseorang dalam menjalankan JIHAD itu sendiri. Apakah semudah itu saat semua orang memutuskan untuk berjihad dan bahkan justru merugikan orang-orang yang tidak berdosa dan bahkan satu agama dengannya? Spekulasi atas dasar sikap fanatik yang berlebihan sehingga membuat sebagian orang kebabalasan menerima sebuah ajaran? Atau yang memang sengaja dimafaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menciptakan ketidaknyamanan demi kepentingan politik? Entahlah, karena tidak pernah jelas kemudian motif tersebut dibuka ke publik.
Ada baiknya kita mencoba untuk melihat sebuah kisah “JIHAD” yang dikemas oleh sutradara Hany Abu Assad dalam film Paradise Now. Film ini berhasil menjadi yang terbaik untuk film berbahasa asing terbaik Golden Globe 2006 dan nominasi Oscar untuk kategori yang sama. Kemunculan film tidak tanpa kontroversi. Amerika Serikat yang selama ini dianggap pro-Israel mendapatkan protes karena menerima Paradise Now untuk berlaga pada ajang Oscar. Pihak pro-Israel mempertanyakan pengakuan Amerika Serikat atas kedaulatan Palestina. Sebagaimana kita ketahui Oscar menerima satu film setiap tahunnya dari puluhan negara untuk film berbahasa asing terbaik. Dengan menerima wakil Palestina, berarti Amerika mengakui kedaulatan Palestina. Untuk meredam protes tersebut pihak penyelenggara Oscar akhirnya memilih untuk menyebut Paradise Now adalah wakit dari daerah “teritori” Palestina.
Keberuntungan akan kontroversi tersebut tentu menjadikan Paradise Now jadi cukup istimewa. Memang tidak bisa dipungkiri, film ini memang mengambil plot ‘kotroversi’ tersebut yaitu persiteruan Israel-Palestina. Namun Hanny Abu Assad tidak ingin terjebak pada kebencian untuk Israel atau Palestina dalam film ini. Karena kemudian isu tersebut hanya sekedar latar belakang saja, banyak hal-hal komplek lebih mendalam yang dia coba sampaikan dalam film ini seperti isu-isu humanis dan hak azasi manusia yang kemudian menjadi lebih penting dari persiteruan tidak berakhir itu sendiri.
Said (Kais Nashef) dan Khaled (Ali Suliman) adalah dua sahabat warga Palestina yang tinggal di Nablus. Sebagai pemuda tanpa pendidikan dan latar belakang skill yang memadai mereka hanya terjebak pada pekerjaan montir dengan gaji yang sangat kecil. Sampai suatu hari seorang bernama Jamal mengubah hidup mereka, untuk selamanya. Jamal memberi tahukan mereka Said bahwa dia terpilih menjadi pembawa bom ke Tel Aviv, Israel. Bom tersebut adalah bom bunuh diri.
Dalam waktu tidak sampai 48 jam kedua sahabat ini harus mempersiapkan diri untuk sebuah ‘pekerjaan’ yang bahkan mereka sendiri tidak siap untuk melaksanakannya. Sebuah tugas yang akan mengubah segalanya. Sebuah pengorbanan atas nama ajaran Agama dan rasa nasionalisme yang mereka junjung tinggi untuk negaranya. Dilema demi dilema menjadi benturan kepercayaan dan ketakutan. Kebingungan menjadi masalah selanjutnya dalam hidup Said dan Khaled.
Hanny Abu Assad menawarkan masalah benturan pemahaman agama yang pelik dengan jawaban yang tidak mudah. Ingin memberikan gambaran mengenai kegiatan bom bunuh diri dilihat dari sudut pandang yang berlawanan, dari sudut pandang pelakunya. Dengan bermaksud untuk membangun rasa simpati antara penonton dengan si pelaku bom bunuh diri. Dengan cerdas film ini mengupas alasan-alasan Said dan Khaled memutuskan melakukan itu. Mencoba menilik ke dalam relung hati dan pikiran mereka untuk mencari apa tujuan sebenarnya. Dan bahkan kemudian mementahkan alasan-alasan tersebut dengan benturan pada apakah hal tersebut bener-benar ingin mereka lalukan.
Membawa ajaran Agama tertentu menjadi isunya tentu terlihat agak begitu riskan. Namun dari sudut pandang sebuah karya film, tidak ada aspek yang sebenarnya ingin digunakan untuk dipertentangkan. Sebuah film yang menghadirkan rasa empato dan membuat kita mengerti bahwa tidak ada situasi yang bisa dipahami sepenuhnya. Tidak ada pihak yang ingin dipojokkan. Membuktuikan bahwa tidak ada pihak manapun yang dimenangkan dalam kejahatan moral tersebut. Semua itu tersaji dalam gambar-gambar yang minimalis.
Sebuah kesimpulan akhir menjadi penyelesain bagi film ini, tentu maksudnya adalah pemikiran tentang motif apakah sebenarnya yang menyebabkan seseorang bersedia melakukan hal-hal yang terlihat diluar akal sehat. Termasuk dengan merelakan hidupnya, merelakan nyawanya. Apakah benar JIHAD itu sendiri? Atau kemiskinan, ketidakberdayaan. Bagaimana pembuktiaannya bahwa memutusakan untuk menghilangkan nyawa sendiri dan nyawa orang lain dilihat sebagai sebuah tujuan akhir yang jadi tidak masuk akal. Benarkah kemudian akan diraih “Paradise Now”?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar