Senin, 05 Maret 2012

12 Film Pilihan 2011

1.      The Tree of Life (UK)
Director: Terrence Malick
Jika film bisa menjadi puisi, maka film Terrence Malick, The Tree of Life, adalah salah satu film tersebut. The Tree of Life adalah film non-linear dan eksperimental dengan visual yang tidak umum untuk melihat kehidupan dari sebuah keluarga di kota kecil pedalaman Amerika. The Tree of Life berfokus pada Jack, anak tertua dari keluarga tersebut. Jack, dihadirkan sejak kecil hingga dewasa. Melalui mata Jack, Malick membutuhkan selingan ke angkasa luar, lingkungan mikroskopis, dan bergerak ke masa dinosaurus, untuk mengeksplorasi ide-ide besar seperti penciptaan alam semesta dan agama. Selingan ini mengikat kisah film ini ke dalam busur dan dunia milik Jack yang perlahan-lahan menemukan dunia di sekitarnya, melalui ayah yang keras, cinta yang besar dari ibunya, kematian demi kematian yang kerap kali hadir diantara mereka dan pemberontakannya atas aturan-aturan yang menahan kebebasannya. The Tree of Life adalah sebuah perjalanan metafisik yang membuat penonton berpikir, merenung, dan mengenang masa lalu, dan menjadi sangat spesial karena tidak banyak film yang khusus melihat hal-hal tersebut selama ini.

Film dibuka dengan sebuah ayat dari Alkitab, yang kemudian mengadaptasi ayat tersebut menjadi garis cerita filmnya, tentang bagaimana setiap hal buruk yang bisa dibayangkan terjadi pada satu orang, namun ia masih mampu memuji Tuhan. The Tree of Life berhasil menampilkan hal tersebut dengak kisah Jack dan keluarganya dan tentu meninggalkan pertanyaan kepada penonton bagaimana hal buruk bisa kerap terjadi kepada manusia yang begitu taat padaNya. Malick memilih untuk tidak menjawab pertanyaan itu, karena dia juga tidak memiliki kapasitas untuk memberikan jawaban atas hal itu.

The Tree of Life menerima penghargaan Palm D’Or Cannes 2011 dan 3 nominasi Oscar untuk film terbaik, sutradara terbaik dan sinematografi terbaik.

2.   A Separation (Iran)
Director: Asghar Farhadi
Film baru Asghar Farhadi adalah sebuah melodrama yang menangkap tema tanggung jawab, kejujuran, cinta, religiusitas, dan pengorbanan. Film dimulai dengan argumen perceraian antara Simin (Leila Hatami) dan Nader (Peyman Moaadi) pada seorang hakim di pengadilan Iran. Melalui argumen mereka, alur cerita utama film menjadi jelas bahwa Nader dan Simin telah berencana untuk pindah ke Eropa untuk kehidupan yang lebih baik. Meskipun Nader tertarik dengan ide hidup di luar negeri, ia kemudian menolak karena ayahnya (Ali-Asghar Shahbazi) menderita Alzheimer dan butuh perawatan khusus. Mereka kemudian mempekerjakan Razieh (Sareh Bayat) untuk mengurus ayah Nader.

Bagian paling menarik dari film ini adalah naskahnya yang tidak mengambil pihak pada salah satu karakternya. Sebaliknya, semua orang tampaknya sama-sama benar dan salah pada waktu yang sama. Mereka semua terjebak dalam motif, ego, moralitas dan agama, uang dan kehormatan masing-masing. Bagaimana kemudian kita sebagai penonton digiring pada moral moral dari setiap karakter yang semakin menjelang film berakhir semakin terasa menipis. Entah pihak mana mestinya yang perlu kita dukung. Karena pada dasarnya penonton selalu melakukan tindakan pihak memihak, tetapi tidak untuk film ini. Dan inilah yang menjadi bagian menarik dan terbaik dari film yang berhasil meraih Oscar untuk film berbahasa asing terbaik dan nominasi untuk naskah asli terbaik.

A Separation  hadir ditengah gempuran film-film fiksi ilmiah dengan teknologi tinggi yang justru miskin cerita. Film ini adalah contoh baik yang dapat membantu kita sebagai penonton untuk merevisi ide-ide tentang konsep penting seperti tanggung jawab, cinta, kasih, dan pengorbanan.

3.   The Skin I Live In (Spain)
Director: Pedro Almodovar
Sama halnya dengan banyak film Almdovar sebelumnya, The Skin I Live In begitu sulit untuk dijelaskan dalam beberapa kalimat. Pertemuan hal-hal yang bertengangan dalam norma-norma sosial menjadi garis-garis yang semu yang perlahan kehilangan batas, dan tidak semua penonton bisa nyaman dengan hal tersebut. Film ini mengingatkan kita pada dua karya Almodovar sebelumnya yaitu  Talk to Her (2002) dan All About My Mother (1999). Talk to Her yang menerjemahkan kisah cinta wanita yang koma dengan pemerkosanya. Sedangkan dalam All About My Mother, bagaimana seorang biarawati yang menderita AIDS bertemu dengan wanita yang bersuamikan seorang waria. Tapi di tangan Almodovar adalah karya seni yang indah. Sama hal untuk The Skin I Live In.

Seorang ahli bedah plastik (Antonio Banderas) menyimpan seorang wanita cantik (Elena Anaya) sebagai kelinci percobaan untuk membuat jenis kulit terbaru. Karakter yang diperankan Elena Anaya tampak sebagai  metafora utama dari film ini, menjaga utuh ruang batinnya untuk terlepas dari apa yang terjadi pada tubuh. Seperti dalam kebanyakan film Almodovar yang  selalu memiliki lapisan dan kompleks, film ini berkembang menjelang akhirnya dengan twist yang cukup menjanjikan.

Almodovar menggunakan treatment horor sebagai jalur untuk mengeksplorasi setiap pelanggaran kode moral yang diwujudkan oleh karakter. Dengan musik skor megah oleh Alberto Iglesias, Almodovar mencoba untuk menghasilkan sebuah genre yang sulit dan terbayar dengan hasil yang mengagumkan. Dengan detail desain produksi, sinematografi dan penata artistik yang memanjakan mata tetapi justru film ini tidak dengan mudahdinikmati. Bagi penonton yang tidak memiliki masalah dengan film horor Amerika di mana remaja mengintai, diperkosa dan dipotong-potong sedikit demi gergaji tetapi tidak dengan The Skin I Live In bahkan akan terasa sangat mencekam dan menegangkan.

Fiksi adalah memang satu-satunya tempat dimana kita bisa dengan mudah menghadapi horor dan gore sebagai metafora untuk kelemahan manusia, tempat di mana kita tidak perlu bersembunyi dari setan kita tetapi kita bisa berbicara dengan mereka.

The Skin I Live In menerima penghargaan Best Film not in English Language dari BAFTA 2012 menyingkirkan saingan terkuatnya A Separation (Iran.2011).

4.   Tinker Taylor Soldier Spy (UK)
Director: Tomas Alfredson
Tomas Alfredson pernah sukses dengan Let the Right One In yang kemudian diremake Hollywood dengan judul Let Me In. Tinker Taylor Soldier Spy adalah debut karya internasionalnya yang merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya John Le Carre. Tinker Taylor Soldier Spy hadir sebagai sebuah film spionase ala James Bond dan Bourne. Tetapi berbeda dengan film-film tersebut yang mengandalkan aksi kebut-kebutan dahsyat, limpahan berbagai macam gadget terbaru dan spesial efek yang memanjakan mata,  film ini hadir sederhana, tetapi membangun ketegangannya dengan cerita  dan akting mumpuni dari semua pemainnya. Ketegangan yang dihadirkan film ini dari tumpukan dan lapisan plot yang menarik untuk ditunggu hingga film ini menuju akhirnya.

Tomas Alfredson mungkin bangga bisa menyandingkan aktor-aktor senior dan junior Inggris dalam satu film, dan ini sangat menguntungkan film itu sendiri karena penampilan mereka tidak mengecewakan, ditambah lagi dengan naskah hasil tulisan duet Bridget O’Connor dan Peter Straughan yang memberi nilai paling menarik dari film ini. Tidak salah kemudian naskah film ini menerima penghargaan naskah adaptasi terbaik dari Bafta 2012 dan mendapatkan nominasi oscar untuk kategori yang sama. 
Gary Oldman akhirnya menerima nominasi Oscar pertamanya untuk Pemeran Utama Pria terbaik. Tentu dia sangat berterima kasih sekali kepada Tomas Alfredson yang mengarahkannya dengan baik dalam Tinker Taylor Soldier Spy. Para penggemarnya tentu puas menjadi saksi sejarah Oldman akhirnya disejajarkan dengan aktor-aktor kaliber Oscar lain seperti George Clooney dan Brad Pitt yang jika lebih diamati lagi memiliki kemampuan akting diatas keduanya. Meskipun Oscar akhirnya diberikan kepada Jean Dujardin (The Artist), kita semua tetap puas, penantian Oldman untuk mendapatkan pengakuan dari penghargaan film paling bergensi di seluruh dunia akhirnya terwujud dan memang sudah sepantasnya dia diberikan apresiasi pada penghargaan sekelas Academy Awards.

5.   Tyrannosaur (UK)
Director: Paddy Considine
Tyrannosaur adalah debut penyutradaraan Paddy Considine untuk film panjang. Sebelumnya dia telah membuat beberapa film pendek dan salah satunya adalah semacam teaser untuk filmnya ini. Considine sebelumnya dikenal sebagai salah satu aktor watak Inggris yang hampir selalu main pada film-film independen dengan penampilan yang luar biasa. Sebut saja A Room for Romeo Brass, Last Resort, 24 Hour Party People, In America, Dead Man's Shoes, My Summer of Love dan Submarine.

Tyrannosaur berfokus pada dua karakter utama, Joseph (Peter Mullan) dan Hannah (Olivia Colman), yang bertemu dengan cara yang cukup mustahil, Joseph tiba-tiba saja berlari ke dalam toko amal milik Hannah dan bersembunyi di rak pakaian. Hubungan mereka kemudian berkembang karena terbuka kenyataan selanjutnya bahwa ternyata mereka saling membutuhkan.

Peter Mullan menawan sekaligus mengerikan sebagai Joseph. Dia tampak mengerikan pada opening dan closing film dengan memberikan "aksi ledakan" yang mengerikan pada dua anjing yang kurang beruntung. Namun yang paling beresonansi dengan sempurna adalah Olivia Colman sebagai Hannah. Aktris ini membuktikan bahwa dirinya bukan hanya sekedar komedian Inggris yang kerap kali berhasil membuat orang tertawa, tapi kali ini sebuah penampilan berbeda dari belasan serial televisi yang pernah dia bintangi. Sebuah penampilan yang berhasil membuat penonton bersimpati, bersedih dan menangis mengikuti penderitaan Hannah yang dibawakannya.

Tyrannosaur bukanlah film yang membuat penonton merasa hangat. Bahkan dengan adegan kedekatan pada akhir film antara Joseph Hannah yang saling menyentuh tangan dan bertukar senyum dengan lembut, seperti secara tidak langsung memberikan pengertian bahwa ini bukan sebuah film cinta picisan yang berakhir dengan semua orang akan senang, tetapi sebuah ikatan emosional yang lebih dalam dari sekedar itu dan biarkanlah Joseph dan Hanna menentukan sendiri bagaimana hidup mereka selanjutnya.

6.   We Need to Talk About Kevin (UK)
Director: Lynne Ramsey
We Need to Talk About Kevin menjadi salah satu film paling mengerikan tahun ini. Lynne Ramsey berhasil mendikte penonton untuk menatap layar bioskop dan memamerkan ketegangan yang menakutkan dari hubungan anti sosial dari ibu dan anak tanpa musik yang mengerikan, tanpa sosok yang menyeramkan dan tanpa bercak darah dimana-mana. Sebuah film yang menakutkan dengan fokus pada dua karakter dan hubungan mereka yang rusak dan saling menghancurkan.

We Need to Talk About Kevin dengan cemerlang mencekam dan menyisakan efek menakutkan yang mungkin sulit untuk dilepaskan setelah menonton film ini. Bahkan pada beberapa review membandingkan film ini dengan The Omen (1976) dan The Exorcist (1973). Secara umum film ini membawa momentum yang kuat dan mengganggu sampai kredit akhir. Jika menyukai Elephant (2003) maka film ini menjadi salah satu bagian spin off dari drama dokumenter karya Gus Van Sant tersebut..

Tilda Swinton memberikan kinerja yang benar-benar hebat dan meskipun thread utama dari cerita ini jelas hampir dari awal, bahwa ini adalah Swinton show, tetapi  semua pemain bermain hebat berhasil menjaga penampilan terbaik mereka hingga film ini berakhir.

Salah satu aspek paling menarik dari film ini adalah menunjukkan bahwa anak-anak bisa melakukan sesuatu yang diluar kendali pikiran dan daya mereka jika orang tua memberikan segala hal tanpa pengawasan dan perhatian yang baik.

7.   The Kid with a Bike (Belgium)
    Director: Jean Pierre & Luc Dardenne
The Kid with a Bike menerima nominasi film berbahasa asing terbaik Golden Globe 2012.
Jean Pierre Dardenne dan Luc Dardenne terkenal dengan Lorna’s Silence (2008), The Child (2005) dan The Son (2001). Jeremy Renner yang pernah tampil dalam The Child, kembali mengulang peran yang hampir serupa dalam The Kid with a Bike. Film ini tersirat seperti sekuel dari The Child dengan premis yang sama dan menggunakan sudut pandang sebaliknya. Cyril (dimainkan mengesankan oleh Thomas Doret, perhatikan adegan setelah Cyril bertemu ayahnya) yang berusia sekitar 12 tahun, ditinggalkan oleh ayah yang pecundang untuk dirawat pada sebuah panti asuhan. Dia terobsesi mencoba untuk kembali bersatu dengan ayahnya, dan dalam proses tersebut, Cyril bertemu dengan Samantha (Cecile de France) yang berhasil menemukan sepedanya dan membiarkan Cyril mengunjunginya setiap akhir pekan.

The Kid with a Bike terasa begitu dekat dengan penonton karena cara kerja kamera handheld. Gerak kamera seperti menempatkan penonton pada kehidupan Cyril dan tanpa terhalang jarak  bisa merasakan langsung bagaimana dia melalui hidupnya. Dan kedekatan yang begitu nyata ini membuat The Kid with a Bike terasa seperti sebuah dokumenter yang menyenangkan sekaligus menyedihkan.Karakter Cyril dari awal yang ditampilkan menyebalkan seperti sengaja dibiarkan untuk menghindari simpati yang berlebihan dari penonton, meskipun pada akhirnya penonton bersimpati tetapi bukan untuk mengasihani Cyril, sebuah treatment yang cukup menarik. Thomas yang berperan sebagai Cyril memberikan penampilan yang mengesankan untuk debut layar lebarnya.

8.   Archipelago (UK)
Director: Joanna Hogg
Archiepelago memuat analisa pertentangan isu liburan dengan kenyataan yang menyakitkan dan tidak menyenangkan dalam sebuah keluarga. Pada dasarnya liburan bertujuan untuk melepas diri dari rutinitas dan kepenatan akan berbagai masalah  yang justru kemudian menghantui keluarga yang disorot oleh Joanna Hogg dalam film ini. Kekosongan rasa dan ketidakpedulian antara setiap anggota keluarga menjadi titik awal liburan menjadi mimpi buruk buat mereka semua.

Archipelago berhasil menggambarkan karakteristik yang baru dan berbeda dari  kisah disfungsional keluarga. Dengan cemerlang film ini menyampaikan setiap kejanggalan interaksi antara karakter dengan sangat baik dan menyakinkan melalui sentuhan-sentuhan komedi pada dialog-dialog omong kosong antara mereka.

Ada semacam rasa unik dan sesak ketika menonton Archipelago, bahwa kekayaan dan berbagai macam kesempatan akan materi yang didapatkan tidak selalu berbanding lurus dengan kebahagian batin dan dalam film ini hal tersebut menjadi buih buih kepahitan hidup, pertentangan dan ketidakharmonisan dari jalan hidup setiap karakternya.

Film ini menerima 3 nominasi Evening Standard British Awards 2012 untuk film terbaik, aktor terbaik untuk Tom Hiddleston dan naskah terbaik. Tom Hiddleston yang terkenal sebagai Loki dalam debut internasionalnya dalam Thor bermain dalam film ini sebagai Edward.

9.   Bridesmaids (US)
Director: Paul Feig
Bridesmaids adalah drama komedi satire menyindir kesombogan, kekosongan jiwa dan kemunafikan akan cinta, hubungan sosial dan usaha untuk mendapatkan pengakuan dari orang-orang sekitar. Film ini menyentuh relung paling sensitif akan kehidupan karena begitu jujur memamaparkan bagaimana usaha-usaha manusia di dalamnya untuk mendapatkan cinta, pengakuan dan kebahagian. Kristen Wig yang menuliskan sendiri naskah untuk film ini juga tampil sebagai karakter utama dan memberikan sebuah penampilan terbaik sepanjang kariernya, begitu juga Melissa McCarthy dan Rose Byrne.

Bridesmaids tampil bak versi perempuan dari The Hangover. Film ini dengan jujur memaparkan bagaimana sebenarnya perempuan yang selalu tampil anggun dan cantik dalam film-film khas Hollywood juga memiliki kekurangan, cela dan ketidaksempuranaan yang selama ini selalu berusaha untuk ditutup-tutupi. Bridesmaids jujur sekali dengan membiarkan perempuan menjadi bahan olok-olok oleh perempuan lain, bagaimana mereka bisa berbicara tentang alat kelamin mereka sendiri, bagaimana ketidaksempurnaan ditonjolkan dengan sangat detail dan jelas.

Bridesmaids adalah sebuah “film besar” untuk humor perempuan, karena film-film komedi yang selama ini didominasi oleh aktor laki-laki dan karakter perempuan lebih menjadi pendamping. Selamat untuk Kristen Wiig, Annie Mumolo dan Paul Feig yang membuat perempuan terasa lebih manusiawi dalam film ini.

      Bullhead (Belgium)
Director: Michael R. Roskam
Bullhead menerima nominasi Film Berbahasa Asing terbaik bersanding dengan A Separation (Iran), In Darkness (Polandia), Footnote (Israel) dan Monsieur Lazhar (Canada).Terpilihnya Bullhead menjadi 5 dari yang terbaik tahun ini adalah sebuah kejutan karena sebelumnya tidak begitu diunggulkan.

Sebuah thriller mengesankan dan menegangkan tentang Jacky, seorang petani yang hidupnya berubah drastis setelah peristiwa dramatis dan traumatis di masa mudanya. Film ini dengan realistis menampilkan bagaimana distribusi,  mafia hormon dan dampak  secara langsung dan tidak langsung terhadap orang-orang terlibat dan yang berada di sekitarnya. Kenyataan yang begitu jujur ditampilkan dengan cemerlang dan sangat kontroversi karena masalah yang disuguhkan begitu sensitif.

Bullhead semakin memberi identitas terhadap film-film Eropa yang selalu tampil real dan apa adanya, berbeda dengan film-film Hollywood, apalagi kisah yang diangkat dalam film ini berdasarkan kejadian nyata yang memang pernah terjadi di Belgia.

      Drive (US)
Director: Nicolas Winding Refn
Sejak rilis perdana pada Cannes Film Festival 2011, Drive telah menjadi bahan pembicaraan banyak pihak, mulai dari kritikus, film blogger dan pengemar film action. Film ini menjadi "most wanted movie of 2011". Diadaptasi oleh Hossen Amini dari novel berjudul sama karya James Sallis, Drive dibuka dengan adegan pengenalan karakter utama dengan cukup informatif. Seorang Pria (Ryan Gosling) terlihat menyetir sebuah mobil di jalanan Los Angeles, dia menjemput dua orang pria yang terlihat terburu-buru. Mobil bergerak menghindari kejaran polisi dan berhasil kabur. Adegan ini cukup memberikan informasi profesi dari karakter yang diperankan Ryan Gosling yang sepanjang film tidak pernah disebut namanya. Gosling adalah supir untuk para kriminal untuk melancarkan aksinya. Selain sebagai pengemudi 'khusus' pada malam hari, pada adegan selanjutnya penonton mendapatkan informasi kedua bahwa sang supir adalah seorang stunt Hollywood pada siang hari, dan bekerja di sebuah bengkel milik Shannon (Bryan Carnston) serta bertetangga dengan Irene (Carey Mulligan) seorang wanita beranak satu, Benicio (debut aktor muda Kaden Leos) yang kemudian mengubah jalan hidupnya untuk selamanya.

Satu hal yang menjadi perhatian penulis adalah detail sinematografi, artistik, kostum dan soundtrack untuk film ini yang seperti memberikan penghormatan untuk film-film tahun 80-an. Font berwarna pink, jaket yang dipakai oleh Gosling, adegan-adegan action dengan suasana kota urban yang mengingatkan pada serial miami vice karya Michael Mann dan musik new wave elektronik dari Cliff Martinez yang semakin memberi rasa 80-an. Salah satu lagu soundtrack yang sangat berkesan memberi rasa untuk film ini adalah track A Real Hero dari College featuring Electric Youth. Lagu ini seperti sengaja dibuat untuk memberi kesan mendalam (Hero) pada karakter yang diperankan Ryan Gosling, mengiringi adegan Gosling dan Mulligan menghabiskan waktu bersama di pinggiran kota dan juga untuk akhir filmnya.

Drive memang bukan sebuah mahakarya namun tetap menjadi salah satu film yang diarahkan dengan baik tahun ini dan sangat pantas disandingkan dengan drama kriminal brutal terbaik yang pernah hadir sebelumnya seperti Goodfellas, Casino, Reservoirs Dog, Sexy Beast, City of God, American History X, Carlito's Way dan True Romance.Atas usahanya mengemas film ini dengan baik, Refn mestinya berhak menjadi salah satu sutradara yang diunggulkan sebagai yang terbaik tahun ini.

12.  The Future (US)
Director: Miranda July
Miranda July disejajarkan dengan Asghar Farhadi dan Bela Tar pada Berlin International Film Festival 2011 untuk  film ini pada kategori utama. The Future menawarkan kisah menarik dengan kualitas menawan, tentang Sophie and Jason yang secara radikal memutuskan untuk mengubah jalan hidup mereka yang justru kemudian menjadi ujian untuk hidup dan hubungan mereka sendiri.

Film ini mengawali kisah dengan drama percintaan biasa, tetapi dalam kenyataannya justru berkembang menjadi sebuah  black comedy fantasy. Miranda Juli memberikan sebuah karya film menarik  di mana penonton dapat memahami  bagaimana bakat dan dunia imajinasi yang bebas bisa begitu kuat mempengaruhi seseorang dalam menghasilkan sebuah karya film. Penyutradaraan yang kuat dari July membuat The Future sangat pantas disejajarkan dengan film-film terbaik yang pernah diarahkan oleh sutradara-sutradara wanita sebelumnya seperti The Hurt Locker (Katryn Bigelow), Lost in Translation (Sofia Coppola) dan The Piano (Jane Campion).

Honorable Mention:
Once Upon a Time in Anatolia, Post Mortem, The Turin Horse, Meek’s Cutoff, 50/50, Pina, No Rest for the Wicked, Sunny & Norwegian Wood,  

Rabu, 04 Januari 2012

12 Penampilan Paling Berkesan dalam Film Indonesia 2011

1. Abimana Aryasatya (Catatan Harian si Boy) sebagai Andi.
Robertino memutuskan menganti namanya menjadi Abimana Aryasatya tentu dengan harapan baru. Dan nama Abimana berhasil membawanya pada jajaran aktor terbaik Indonesia saat ini, terbukti dengan aktingnya sebagai Andi dalam Catatan Harian si Boy mendapat respon positif dari penonton film Indonesia. Penampilan Abi sebagai Andi memberi bukti bahwa dia berkomitmen tinggi untuk selalu berusaha memberikan akting terbaiknya. Abi membawakan karakter Andi dengan santai, cuek, apa adanya, menyenangkan dan banyak sekali adegan-adegan yang berhasil mencuri perhatian membuat penonton tertawa, haru dan simpati padanya. Tidak seperti karakter-karakter sidekick lainnya, Andi diberi ruang untuk berperan penting sepanjang film. Abi memberikan satu yang berkesan pada karirnya yang masih panjang dan besar harapan akan terus ada untuk film-film selanjutnya. 

2. Agus Kuncoro Adi (Tendangan Dari Langit & Tanda Tanya) sebagai Surya & Hasan.
Agus Kuncoro Adi lebih kenal sebagai bintang banyak serial televisi dan FTV selama bertahun-tahun dan selalu memperlihatkan penampilan yang baik dengan berbagai macam karakter yang pernah diperankannya. Tetapi posisinya selalu underrated. Beruntung Hanung melihat hal itu dan mengajaknya bermain dalam Sang Pencerah (2010). Tahun ini Hanung memberinya kepercayaan penuh, tidak tangung-tanggung untuk dua film sekaligus dan Agus tampil mengesankan. Dalam film Tanda Tanya, Agus berperan sebagai aktor yang memutuskan menerima peran sebagai Jesus meskipun dia muslim dan dalam Tendangan Dari Langit, sebagai seorang paman yang berambisi dan memanfaatkan keponakannya sendiri untuk kepentingan pribadi. Untuk kedua perannya ini, Agus dinominasikan sebagai aktor pendukung terbaik FFI 2011.

3. Albert Halim (Catatan Harian si Boy) sebagai Heri.
Heri adalah refleksi dari karakter Emon dalam Catatan si Boy dimasa sekarang. Dan adalah Albert Halim, aktor pendatang baru (melakukan debutnya dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita) membawakan Emon versi tahun 2000an dengan mengesankan. Heri yang mengemaskan bagi semua temannya, baik hati, lucu dan penolong, dan bahkan karakter ini berperan cukup penting dan tidak menjadi karakter stereotype yang selama ini dalam banyak tayangan hanya menjadi bahan olok-olok semata. Albert memberikan sosok "Emon" dengan cita rasa baru. Salut pada Albert Halim yang dengan usaha kerasnya memberi warna-warni dan mengisi daftar aktor terbaik perfilman Indonesia saat ini

4. Bella Esperance (The Perfect House) sebagai Madam Rita 
Bella memulai kariernya pada akhir tahun 80an, Catatan si Boy adalah film debutnya. Sejak awal karirnya, aktris berdarah campuran ini lebih dikenal dan cocok dengan peran-peran antagonis, dan Bella selalu berhasil membawakannya dengan baik. Begitu juga dengan perannya sebagai Madam Rita dalam The Perfect House. Sebagai nenek dari seorang bocah yang ternyata bermasalah, Bella tampil tegas, berwibawa dan pada beberapa kesempatan bahkan terlihat sangat menakutkan. Didukung dengan kostum vintage yang pas, penampilan Bella sebagai orang kaya pemilik perkebunan, tinggal terpencil serta menyimpan rahasia besar keluarganya menjadi semakin misterius, menakutkan, mengerikan sekaligus mengesankan!

5. Dewi Irawan (Sang Penari) sebagai Nyai Kertaredja.
Dewi Irawan adalah anak dari aktris senior Adek Irawan dan kakak dari Ria Irawan, tidak seperti ibu dan adiknya, nama Dewi memang tidak sepopuler mereka meskipun juga telah berkarier difilm sejak tahun 70an.  Dewi mengawali karier dalam Senyum dan Tangis tahun 1974, beberapa film terkenal yang dbintanginya adalah Puspa Indah Taman Hati (1979), Kembang Semusim (1980), Takdir Marina (1986) dan Badai Pasti Berlalu (2006). Sepanjang puluhan tahun kariernya, Dewi baru dua kali mendapatkan nominasi FFI, tahun 1983 untuk pemeran utama wanita dalam film karya Chaerul Umam, Titian Rambut Dibelah Tujuh dan tahun 2011 untuk perannya sebagai Nyai Kertareja dalam Sang Penari untuk kategori pemeran pendukung wanita terbaik dan kali ini piala Citra berhasil dibawanya pulang. Dewi mengambarkan Nyai Kertareja sebagai sosok wanita penolong sekaligus keji, memelihara dan memanfaatkan Srintil untuk memperkaya diri. Dewi memang pantas mendapatkan apresiasi melalui piala Citra yang telah diterimanya sekaligus penghargaan terhadap dedikasinya untuk film Indonesia selama puluhan tahun.

6. Donny Damara (Lovely Man) sebagai Ipuy.
Ipuy bukan karakter yang baru dalam jagad akting Donny Damara, peran serupa yang pernah dilakoni aktor senior ini dalam sebuah drama FTV, meski seperti pengulangan tetapi Donny menambah daftar filmografinya dengan penampilan yang gemilang. Tidak mudah memang memerankan seorang transgender dengan baik. Meskipun pada beberapa bagian terlihat agak berlebihan tetapi secara keseluruhan penampilan Donny dalam film ini berhasil membawa simpati dalam dari penonton. Film ini baru dirilis terbatas di Indonesia, tetapi tidak ada salahnya menempatkan Donny menjadi salah satu yang paling berkesan tahun ini.

7. Emir Mahira (Garuda di Dadaku II & Rumah Tanpa Jendela) sebagai Bayu & Aldo.
Emir Mahira mengawali kariernya tahun 2009 untuk Garuda di Dadaku sebagai Bayu dan mendapatkan penghargaan best performance pada The Isfahan International Film Festival of Children and Young Adults, yang diselenggarakan di Teheran Iran. Tahun 2011 melalui aktingnya dalam Rumah Tanpa Jendela, Emir membuat rekor sebagai aktor termuda yang pernah menerima piala Citra untuk pemeran utama pria terbaik. Perannya sebagai Aldo, anak yang harus mendapatkan perhatian khusus berhasil menyihir pada juri dan memberinya gelar terbaik. Ketika Emir merayakan kemenangannya itu, sekuel dari film debutnya, Garuda di Dadaku 2 dirilis dan Emir kembali mendapatkan pujian karena kembali memerankan Bayu dengan baik.

8. Raihaanun (Lovely Man) sebagai Cahaya.
Cahaya mengembalikan Raihaanun pada jajaran aktris terbaik Indonesia. Sosok Cahaya sebagai anak yang baru lulus sekolah dan ingin sekali bertemu dengan sosok ayah yang 14 tahun tidak ditemuinya, berhasil dibawakan dengan baik. Hanun yang saat ini berstatus sebagai istri dari Teddy Soeriatmadja (sutradara Lovely Man) meninggalkan sosok aslinya dan menyelam menjadi Cahaya yang tidak pernah ke Jakarta, lugu dan rindu kasih sayang ayahnya. Lovely Man memberinya ruang untuk Hanun memperlihatkan komoditi akting yang selama kariernya belum pernah muncul. Atas usahanya ini Hanun sangat pantas disejajarkan dengan aktor-aktris terbaik pada list ini.

9. Ray Sahetapy (The Raid) sebagai Tama.
Ray Sahetapy memberi penonton The Raid sebuah penampilan yang selama ini jarang hadir dalam perfilman kita. Akting mumpuninya berhasil membius penonton dan berdecak kagum sekaligus bergidik melihat setiap gerak gerik Tama, karakter yang dia perankan untuk film ini. Aktor senior ini benar-benar mengeluarkan semua energi dan kemapanan berakting untuk memerankan Tama. Karakter menyeramkan seperti halnya tokoh-tokoh mafia dalam film-film action sejenis dan dibawakannya dengan baik (sempurna). Tidak akan ada yang menyangkal kalau Ray Sahetapy dinobatkan menjadi salah satu aktor terbaik Indonesia saat ini, meskipun The Raid baru dirilis terbatas.

10. Titi Sjuman (Serdadu Kumbang) sebagai Siti.
Titi menjadi salah satu aset berharga film Indonesia saat ini dan penampilannya tidak pernah mengecewakan. Debut aktingnya dalam Mereka Bilang Saya Monyet (2008) memberinya piala Citra untuk pemeran utama wanita terbaik. Tahun 2010 dalam Minggu Pagi Victoria Park, dia kembali memperlihatkan kematangan akting dan kembali diapresiasi dengan nominasi piala Citra untuk kategori yang sama. Tahun 2011 dia main dalam 3 film (Khalifah, Rindu Purnama dan Serdadu Kumbang), untuk film terakhir Titi bermain sebagai Siti, seorang ibu yang memiliki anak laki-laki dengan cita-cita sebagai pembaca berita. Titi menjelma menjadi sosok perempuan asli suku Mandar (suku pedalaman Sumbawa) dengan mengesankan, menghilangkan sosok perempuan Ibukota yang melekat pada dirinya. Titi memperlihatkan bahwa dirinya adalah aktris berbakat meskipun baru merintis karier sebagai aktris beberapa tahun belakangan ini tetapi namanya sudah sangat pantas disandingkan dalam deretan pemain film terbaik Indonesia sepanjang masa.

Honorable mentions:
Prisia Nasution (Sang Penari)
Atiqah Hasiholan (The Mirror Never Lies)
Adinia Wirasti (Arisan2)
Putu Wijaya (Serdadu Kumbang)

Senin, 26 Desember 2011

(update!) PENGHARGAAN INTERNASIONAL UNTUK FILM INDONESIA 1990-2012

Dilema (2012), meraih penghargaan untuk Best Feature Film pada Detective Film Festival Moscow 2012. Film yang diproduseri oleh Wulan Goeritno ini berhasil mengungguli film-film dari Iran, China, Ceko, Italia dan Jerman. 

Lovely Man (2012) Karya terbaru dari Teddy Soeriaatmadja yang menjadi pembuka Q! Film Festival 2011 ini menjadi salah satu film Indonesia yang diputar untuk segment "A Window of Asian Cinema" pada Busan International Film Festival 2011. Lovely Man yang hanya syuting selama 5 hari ini juga telah berhasil menjadi Official Selection untuk Bangalore International Film Festival yang digelar mulai 15 hingga 22 Desember 2011. Lovely Man juga menerima penghargaan Best Actor untuk Donny Damara dan nominasi Best Director untuk Teddy Soeriaatmadja pada Asian Film Awards 2012. Film ini juga meraih penghargaan Best Film and Best Director pada Tiburon International Film Festval, yang digelar pada tanggal 19-27 April 2012 lalu.

Mata Tertutup (2012) adalah feature terbaru dari Garin Nugroho yang dibintangi oleh Jajang C. Noer. Film ini menjadi salah satu dari 72 film yang diputar dalam rangkaian Rotterdam International Film Festival ke 41 dari 25 Januari hingga 5 Februari 2012. Mata Tertutup diputar dalam program World Premiere in Spectrum. Mata Tertutup diputar selama 4 hari berturut-turut, mulai dari 28 Januari hingga 1 Februari 2012.Film ini akhirnya rilis Indonesia pada tanggal 14 Maret 2012.

Parts of the Heart (2012) adalah film ketiga karya Paul Agusta. Film yang mengambil tema homoseksual ini juga diputar untuk World Premiere pada  penyelenggaraan ke41 Rotterdam Internatioanl Film Festival. Festival film ini telah berlangsung sejak 25 Januari - 5 Februari 2012 dan memutar Parts of the Heart sebanyak 3 kali. 

Modus Anomali (2012) menerima penghargaan Bucheon Award dari Network of Asian Fantastic Film (NAFF) yang merupakan bagian kegiatan Puchon International Fantastic Film Festival. Film terbaru karya Joko Anwar ini menyisihkan 23 proyek film lainnya. Modus Anomali baru rilis April 2012. Film ini World Premiere pada SXSW Austin Film Festival 2012, Texas, Amerika Serikat.

Postcards from the Zoo (2012) adalah film panjang kedua karya Edwin dipilih sebagai salah satu Official Selection pada Berlin International Film Festival 2012. Film ini akan berkompetisi untuk Golden Bear (film terbaik) dan Silver Bear (aktor, aktris, sutradara, skenario dan outstanding artistic achievement). Zoo akan bersaing beberapa diantaranya dengan Jayne's Mansfield Car karya aktor Billy Bob Thorthon, Home for Weekend karya Hans Christian Smith, Captured karya Brilliante Mendoza dan Childish Games karya Antonio Chavarrias. Film ini menjadi film Indonesia kedua yang masuk seleksi Berlinale setelah 50 tahun lalu film Badai Selatan karya Sofia WD produksi 1962 menjadi film Indonesia pertama yang berhasil masuk seleksi resmi Berlinale untuk Golden Bear. Film ini juga resmi menjadi salah satu film yang berlaga untuk Best Narrative Feature Film pada Tribeca Film Festival, New York, 2012.Berkat film ini juga dan film-film karya sebelumnya, Edwin menerima Edward Yang New Talent Award dari Hong Kong International Film Festival Society yang diberikan pada penyelenggaraan Asian Film Awards, tanggal 19 Maret 2012.Postcards from the Zoo dirilis Indonesia pada kegiatan Bulan Film Nasional 21 Maret 2012.

The Raid (2012) adalah film ketiga karya Gareth Evans, telah meraih penghargaan The Cadillac People's Choice Awards pada Toronto International Film Festival 2011. The Raid juga menjadi salah satu film Indonesia yang diputar untuk "A Window of Asian Cinema" pada Busan International Film Festival 2011. The Raid menjadi film penutup pada Indonesia International Fantastic Film Festival (INAFFF) 2011. Ketika diputar pada penyelenggaraan Sundance Film Festival 2012, film ini mendapatkan sambutan hangat dari penggemar dan kritikus film Amerika. Film ini telah dibeli hak remakenya oleh Sonny Pictures. The Raid juga baru saja meraih Audience Award pada Dublin International Film Festival 2012. Pada penyelenggaraan ke 28 Image Film Festival 17-28 April 2012, The Raid meraih penghargaan Silver Scream Award.

The Mirror Never Lies (2011) adalah film yang diproduksi Pemerintah Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, yang meraih dua penghargaan pada Tokyo Internasional Film Festival 2011 yakni Earth Grand Prix Award dan Special Mention Winds of Asia Middle East. Kamila juga meraih penghargaan Bright Young Talent award dari Mumbai International Film Festival 2011. Film ini menjadi official selection pada Vancouver International Film Festival 2011. Pada Busan International Film Festival 2011, The Mirror Never Lies juga diputar untuk segment "New Current". Film ini juga menerima dua nominasi pada Asian Film Awards 2012 untuk Best Cinematography untuk Rachmat Syaiful dan Best New Comer untuk Gita Novalista. 

Negeri di Bawah Kabut (2011) karya sutradara Shalahudin Siregar meraih penghargaan Special Jury Prize untuk kategori Muhr Asia Africa Documentary pada Dubai International Film Festival yang baru saja diselenggarakan 7-14 Desember 2011.

Prison and Paradise (2011) Dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto yang mengangkat kisah tragedi bom Bali 1 ini sukses meraih penghargaan Director of Japan Award pada Yamagata International Documentary Film Festival 2011 yang diselenggarakan di Prefektur, Yamagata, Jepang. Film ini berhasil menyingkirkan 705 film dokumenter lain dari 63 negara. Film juga akan diputar pada New Caledonia International Film Festival 2012.

Belkibolang (2011) Yang merupakan film Omnibus (Antologi film pendek) dari 9 sutradara muda Indonesia (Agung Sentausa, Ifa Isfansyah, Anggun Priambodo, Tumpal Tampubolon, Edwin, Wisnu SP, Rico Marpaung, Azhar Lubis dan Sidi Saleh) telah diputar pada Rotterdam International Film Festival 2011, Hongkong International Film Festival 2011 dan menjadi satu satunya film Indonesia yang diputar untuk Udine Far East Film Festival 2011 di Italy. 

Jakarta Maghrib (2011) debut penyutradaraan Salman Aristo menjadi salah satu film Indonesia yang putar untuk "A Window of Asian Cinema" pada Busan International Film Festival 2011.


Serdadu Kumbang (2011) film ketiga karya Ari Sihasale ini menjadi salah satu film Indonesia yang diputar untuk kategori "A Window of Asian Cinema" pada Busan International Film Festival 2011.
 
The Perfect House (2011) karya sutradara Affandi Abdulrachman terpilih menjadi Official Selection Puchon International Fantastic Film Festival, 14-24 Juli 2011 mendatang di Puchon, Korea Selatan.

Minggu Pagi Di Victoria Park (2010) adalah film kedua karya Lola Amaria. Film ini menerima penghargaan Best Director dari Jakarta International Film Festival 2010. Pada Bali International Film Festival 2010, Lola juga mendapatkan nominasi Best Director.

Payung Merah (2011) film pendek karya sutradara Edward Gunawan dan Andri Chung meraih penghargaan Best Film pada Asian Short Film Awards 2011 yang diselenggarakan oleh ScreenSingapore. Film ini juga menjadi Official Selection pada Palm Springs International Short Fest 2011. 

Khalifah (2011) adalah feature film kedua karya Nurman Hakim. Film ini baru saja meraih Audience Awards pada Vesoul International Film Festival 2012, di Perancis.

Madame X (2010) yang merupakan debut penyutradaraan film panjang Lucky Kuswandi ini terpilih sebagai salah satu official selection pada Hong Kong International Film Festival 2011. Film ini juga menerima dua nominasi dari Asian Film Awards 2011 yaitu best supporting actress untuk Shanty dan best production design untuk Eros Eflin.
    
Rumah Dara (2010) adalah debut penyutradaraan film panjang Mo Brothers, film ini adalah versi panjang dari film pendek mereka sebelumnya Dara, yang menjadi bagian antologi Takut (2007). Film ini menjadi film Indonesia pertama yang dicekal dan dilarang tayang di Malaysia. Selain menjadi salah satu Official Selection, Shareefa Daanish yang memerankan Dara berhasil mendapatkan Best Actress pada Puchon International Fantastic Film Festival (PiFan) 2009 di Korea Selatan.

Kado Hari Jadi (2009) film panjang pertama karya Paul Agusta ini menjadi official Selection pada Rotterdam International Film Festival 2009.

Garuda di Dadaku (2009) hasil karya duet Salman Aristo dan Ifa Isfansyah yang diproduseri oleh Shanty Harmayn menerima penghargaan Best Film pada penyelenggaraan ke 6 Children and Youth Armenia International Film Festival 2010.
Akhir tahun 2011 pada The Isfahan International Film Festival of Children and Young Adults, diselenggarakan di Teheran Iran, Emir Mahira yang berperan sebagai Bayu menerima penghargaan Best Performance.

Merantau (2009) menjadi Best Film ActionFest International Film Festival 2010. Sebuah penghargaan film aksi tahunan yang digelar di Asheville, North Carolina Amerika Serikat pada 15-18 April 2010. Merantau berhasil mengungguli kandidat lainnya seperti film silat Hong Kong yang dibintangi Donnie Yen, 14 Blades. Merantau juga dinominasikan untuk kategori best director untuk Gareth Evans dan best action choreography pada festival yang sama

Jamila dan Sang Presiden (2009) karya Ratna Sarumpaet yang pernah dikirim untuk Academy Award Best Foreign Film 2009, menyabet dua penghargaan dalam Asian Film Festival Vesoul 2010 di Perancis. Dua penghargan itu yakni Prix de Public dan Prix Jury Lycen. Penghargaan lain adalah Best Original Score Asia Pacific Film Festival 2010 untuk Thoersi Argeswara.

Perempuan Berkalung Surban (2009) film yang diarahkan oleh Hanung Bramantyo ini menerima penghargaan Best Supporting Actress Asia Pacific Film Festival 2010 untuk aktris senior Widyawati.

Pintu Terlarang (2009) karya Joko Anwar ini menjadi Best Film dalam Puchon International Fantastic Film Festival 2009. Film juga menjadi official selection untuk Golden Kinnaree Award pada Bangkok International Film Festival 2009 dan Rotterdam International Film Festival. Bahkan pada tahun 2009 film ini menjadi salah satu dari 100 film terbaik dunia versi majalah “Sight and Sound” Inggris.

9808 (2008) adalah film antologi mengenang sejarah 10 tahun Tragedi 1998, karya 10 sutradara muda Indonesia (Anggun Priambodo, Ariani Darmawan, Edwin, Hafiz, Ifa Isfansyah, Lucky Kuswandi, Otty Widasari, Steve Pilar Setiabudi, Ucu Agustin dan Wisnu Sp). 9808 menjadi Official Selection pada Lens Politica Film & Media Festival 2010 di Helsinki, Netherlands Cinemasia 2010, Bangkok International Film Festival 2009, Singapore Short Film Festival 2009, Barcelona Asian Film Festival 2009, Rotterdam International Film Festival 2009 dan Pusan International Film Festival 2008.



Sang Pemimpi (2008) yang merupakan sekuel Laskar Pelangi (2007) berhasil memboyong Audience Award dari Udine Far East Film Festival 2010 di Italia dan penghargaan NETPAC Critics Jury Award dari Singapore International Film Festival 2010. Dan yang paling terbaru adalah berhasil meraih Premio Juvenile Award Fici Children Intenational Film Festival Madrid 2010.

Tiga Doa Tiga Cinta (2008) karya perdana Nurman Hakim ini dinominasikan sebagai Best Children’s Feature Film (bersanding dengan A Brand New Life dari Korea Selatan, The Strength of Water dari Selandia Baru, Tahaan dari India dan Mammo dari Turki) pada Asia Pacific Screen Awards 2009. Film ini juga meraih penghargaan Grand Prize of International Jury pada Vesoul Festival of Asian Cinema 2009.

Laskar Pelangi (2007) adalah adaptasi dari novel berjudul sama oleh Riri Riza dan Mira Lesmana yang mendapatkan nominasi untuk 2 Kategori utama pada penyelenggaraan ke 3 Asian Film Awards yang digelar di Hongkong, yaitu Best Editing untuk Dono Waluyo dan Best Film. Untuk nominasi film terbaik Laskar Pelangi bersanding dengan Ponyo (Jepang), The Good the Bad the Weird (Korea Selatan), Tokyo Sonata (Jepang), Red Cliff (Hongkong) dan Forever Entralled (China). Laskar Pelangi juga mendapatkan Signis Award dalam Hongkong International Film Awards 2009. Penghargaan The Golden Butterfly Award untuk kategori film terbaik di International Festival of Films for Children and Young Adults, di Hamedan, Iran. Awal tahun 2010 lalu film ini kembali mendapatkan penghargaan, kali ini untuk Cut Mini sebagai Best Actress pada Brussels International Independent Film Festival. Dan yang paling terbaru adalah menjadi Best Film pada Asia Pacific Film Festival 2010.

The Blind Pig Who Wants to Fly (2008) adalah feature film perdana karya Edwin. Film yang di bintangi oleh Ladya Cheryl ini juga menjadi Official Selection dalam Pusan International Film Festival 2008, menjadi official selection Tiger Award Competition pada 2009 Rotterdam Film Festival dan mendapat penghargaan untuk Fipresci Prize, pada festival yang sama. Penghargaan Firepsci Prize kembali diraih film ini dari Singapore International Film Festival 2009. Serta meraih Silver Montgolfiere dan Young Audience Awarddari Nantes Three Continent Festival 2009.

Fiksi (2008) merupakan film feature perdana Mouly Surya, memenangkan penghargaan Best Director dari Jakarta International Film Festival 2008 untuk Indonesia Feature Film Competition dan Best Director pada Festival Film Indonesia 2008. Selain itu Fiksi juga diputar dibeberapa festival film international lainnya seperti di Pusan International Film Festival dan NewYork Asian Film Festival. 

Kala (2007) merupakan film kedua dari Joko Anwar meraih Jury Prize pada New York Asia Film Festival 2007 dan Best Film di Berlin Asia Hotshot 2007. Film ini juga diputar Puchon International Fantastic Film Festival 2007, Vancouver International Film Festival 2008, Hong Kong Asian Film Festival 2007, Osian Cinefan Film Festival 2007 dan Bangkok International Film Festival 2007. Selain jadi official selection, Kala mendapatkan kehormatan sbg film penutup pada rangkaian pemutaran film Puchon International Fantastic Film Festival.

The Photograph (2007) dibesut oleh Nan T. Achnas dan dibintangi oleh aktor senior Singapura, Lom Khay Thong. Film ini meraih dua penghargaan pada penyelenggaraan ke 43 Karlovy International Film Fesrtival 4-12 Juli 2008 yaitu untuk Special Jury (pemenang kedua) dan penghargaan Ecumenical Jury Award. Film ini menjadi satu satunya film Asia yang merain dua penghargaan sekaligus.

Tiga Hari untuk Selamanya (2007) dari sutradara Riri Riza menerima Best Director dari Brussels International Independent Film Festival 2008. Film ini juga menjadi salah satu Official Selection pada Bangkok International Film Festival 2007. 

Opera Jawa (2006) dari Sutradara Garin Nugroho memenangkan Best Original Score untuk Rahayu Supanggah pada penyelenggaraan perdana Asian Film Awards 2007. Opera Jawa juga dinominasikan untuk Best Film yang bersaing dengan The Host (Korea), Love and Honor (Jepang), Exiled (Hongkong), Still Life (China) dan Curse of the Golden Flower (China). Nominasi Best Film dari Asia Pacific Screen Awards 2007. Menang Silver Screen Award Singapore International film Festival 2007. Serta juga menerima penghargaan Best   Actress untuk Artika Sari Devi pada Brussels International Independent Film Festival 2008.

Koper (2006) adalah karya perdana Richard Oh, bersama dengan 3 Hari Untuk Selamanya, Berbagi Suami dan Kala, film ini menjadi Official Selection pada Bangkok International Film Festival 2007.


Denias Senandung di Atas Awan (2006) karya Jhon de Rantau ini berhasil menjadi yang terbaik untuk kategori Best Children’s Feature Film Asia Pacific Screen Awards 2007 serta meraih Best Film pada Indonesia Feature Film Competition, Jakarta International Film Festival 2006.

Berbagi Suami (2006) yang didaftarkan untuk Academy Awards Best Foreign Film 2007 ini,  mendapat penghargaan Golden Orchid Award sebagai film terbaik pada Hawaii International Film Festival 2006, mengalahkan film-film dari 47 negara yang berkompetisi.  Film ini juga menjadi salah satu Official Selection pada Bangkok International Film Festival 2007. Sementara di Belgia pada Brussel International Independent Film Festival 2007, Nia Dinata menjadi Best Director (Prix de la meilleure Réalisation).

Gie (2005) diangkat dari buku Catatan Seorang Demonstran karya sutradara Riri Riza, mendapatkan Best Asian Feature Film pada Singapore International Film Festival 2006 dan Special Jury Award dari Asia Pacific Film Festival 2006.

Janji Joni (2005) karya perdana Joko Anwar ini mendapatkan penghargaan Best Editing pada Asia Pacific Film Festival 2005.

Banyu Biru (2005) dari sutradara Teddy Soeriaatmadja menerima Most Promosing New Actress untuk Dian Sastrowardoyo Asia Pacific Film Festival 2005.

Ungu Violet (2005) debut penyutradaraan Rako Prijanto menerima Best Supporting Actress untuk aktris senior, Rima Melati dan nominasi Best Actress untuk Dian Sastrowardoyo

Kara Anak Sebatang Pohon (2005) karya Edwin ini menjadi film pendek Indonesia pertama yang secara resmi diputar pada Cannes Film Festival 2005 untuk Director’s Fortnight

Rindu Kami Padamu (2004) karya Garin Nugroho ini meraih penghargaan Best Film Cinefan – Festival of Asian and Arab Cinema 2005.

Impian Kemarau (2004) karya sutradara Ravi Bharwani ini meraih penghargaan Asian New Talent Award pada Shanghai International Film Festival 2004. Film ini juga mendapatkan   nominasi Best Film pada Pusan International Film Festival, Bangkok International Film Festival dan Vladuvostok International Film Festival. Selain itu juga menjadi Official Selection pada Rotterdam International Film Festival, Barcellona Asian Film Festival, Split International Festival of New Film, Zanzibar International Film Festival dan Cork International Film Festival.

Biola tak Berdawai (2003) yang merupakan debut Sekar Ayu Asmara sebagai sutradara menerima penghargaan Best Actress pada Asia Pacific Film Festival 2003. Tahun 2004 film ini dipilih untuk mewakili Indonesia untuk kategor Best Foreign Film Academy Awards tahun 2004.

Ca Bau Kan (2002) adalah adaptasi dari novel berjudul sama karya Remy Silado yang juga merupakan debut penyutradaraan Nia Dinata. Nia meraih penghargaan Best New Director pada Asia Pacific Film Festival 2002. Film ini juga menerima penghargaan Best Art Direction utk Iri Supit pada festival yang sama. 

Eliana-Eliana (2002) karya Riri Riza ini mendapatkan penghargaan Best New Director pada Singapore International Film Festival 2002, serta penghargaan Dragon & Tiger Awards pada Vancouver International Film Festival 2002. Jajang C. Noer yang berperan sebagai ibu dari Eliana menerima penghargaan Best Actress pada Cinemaya Festival of Asian Cinema 2002 di New Delhi, India. Sedangkan untuk duet akting cemerlang Rachel Maryam dan Jajang C. Noer juga menerima penghargaan Best Actress pada Daeuville International Film Festival 2003.



Aku Ingin Menciummu Sekali Saja (2002) karya sutradara Garin Nugroho yang dibintangi Lulu Tobing ini menerima penghargaan Netpac Award Berlin International Film Festival 2003.

Pasir Berbisik (2001) yang merupakan karya kedua Nan T. Achnas setelah Kuldesak (1999) menerima Most Promosing Director, Best Cinematography untuk Yadi Sugandi dan Best Sound untuk Phil Judd dan Hartanto dari Asia Pacific Film Festival 2001. Film ini juga menerima Netpac Award Special Mention pada Brisbane International Film Festival 2002, Fipresci Award pada Oslo Films from the South Festival 2002 dan Asian Trade Winds Special Jury pada Seattle International Film Festival 2002. Dian Sastrowardoyo yang berperan sebagai Daya, menerima penghargaan Best Actress pada Deauville Asian Film Festival 2002, di Perancis dan Singapore International Film Festival 2002, selain juga nominasi untuk Best Asian Feature pada festival yang sama. Film ini menjadi Official Selection pada Rotterdam Film Festival 2002.  

Puisi Tak Terkuburkan (2000) karya sutradara Garin Nugroho mendapatkan penghargaan Silver Leopard Locarno International Film Award 2000 dan Nominasi Silver Screen Award pada Singapore International Film Festival.

Sri (1999) film karya Marselli Sumarno ini meraih penghargaan Special Jury Award pada Asia Pacific Film Festival 2009. Selain itu Sri juga menjadi dipilih menjadi wakil Indonesia untuk Academy Awards Best Foreign Language Film 2000. 

Kuldesak (1999) film antologi karya 4 sutradara muda Indonesia masa ini, yaitu Mira Lesmana, Riri Riza, Nan T. Achnas dan Rizal Mantovani yang dianggap sebagai tonggak sinema indonesia generasi 2000 dinominasikan Best Asian Feature Film dari Singapore International Film Festival 1999.

Daun di Atas Bantal (1998) film karya Garin Nugroho ini menjadi film Indonesia pertama yang diputar pada Cannes Film Festival 1998 untuk kategori Un Certain Regard. Pada Asia Pacific Film Festival 1998, film ini meraih penghargaan Best Film dan Best Actress untuk Christine Hakim. Garin Nugroho menerima penghargaan Lino Brocka Award dari Cinemanila International Film Festival 1998. Bersama dengan Kuldesak, film ini dinominasikan Best Asian Feature Film pada Singapore International Film Festival 1999 dan dari Tokyo International Film Festival 1998, meraih penghargaan Special Jury Prize. Film ini juga dikirim menjadi wakil Indonesia untuk berlaga pada Academy Awards Best Foreign Language Film 1999.

Bulan Tertusuk Ilalang (1995) film ketiga karya Garin Nugroho ini meraih penghargaan FIPRESCI Prize pada Berlin International Film Festival 1996.

Surat Untuk Bidadari (1994) film kedua karya Garin Nugroho yang skenarionya ditulis oleh Armantono ini meraih penghargaan Gold Award dari Tokyo International Film Festival 1994. 

Cinta Dalam Sepotong Roti (1991) film karya perdana Garin Nugroho ini menjadi film terbaik pada Festival Film Indonesia 1991. Garin sendiri meraih penghargaan Best Young Director dari Asia Pacific Film Festival 1992.

Taksi (1991) film terbaik Festival Film Indonesia 1991 karya sutradara Arifin C. Noer ini mendapatkan nominasi Best Asian Feature Film pada Singapore International Film Festival 1991.

Langitku Rumahku (1991) film karya Slamet Rahardjo dan Eros Djarot ini mendapatkan nominasi Best Asian Feature Film pada Singapore International Film Festival 1991, bersanding dengan Taksi.