Rabu, 13 April 2011

Dunia Mereka (Indonesia.2006)


Director :
Lasya F. Susatyo
Screenplay :
Monty Tiwa
Cast :
Adinia Wirasti – Filly
Christian Sugiono – Ivan
Oka Antara – Rio
Ray Sahetapy – Ayah Filly
Ira Wibowo – Ibu Filly
Kaharuddin Syah – Ayah Ivan
Anda Bunga – Ikhsan
Cathy Sharon – Niki
Donny Sunjaya – Andi
James F – Barbuk

Bagaimana mestinya sebuah film tentang musik dibuat? Aspek-aspek apa saja yang harus kuat untuk membangun “kemusikkan” sebuah film musik? Tentu adalah identitas musik itu sendiri yang harus kental menguasai jalan cerita film. Kemudian muncul pertanyaan lagi. Identitas musik untuk film itu seperti apa? Inilah yang coba untuk dieksplorasi oleh Monty Tiwa dan Lasya F. Susatyo dalam Dunia Mereka.

Naskah Dunia Mereka ditulis oleh Monty Tiwa dari novel remaja karyanya sendiri. Tidak seperti novel remaja pada umumnya, Novel ini begitu kuat dan kental bercerita mengenai ‘passion’ penulisnya pada musik blues. Mengadaptasi sebuah novel untuk dijadikan film selalu menjadi dilema oleh banyak filmaker. Tentu banyak bagian-bagian yang harus dihilangkan atau disesuaikan untuk kepentingan gambar dan durasi film. Apalagi kemudian sebuah identitas (dalam hal ini musik blues) dari novel ini yang tentu juga tetap harus menjadi rasa untuk filmnya. Beruntung kemudian Monty Tiwa menulis sendiri naskah dari novel untuk filmnya. Sehingga rasa novel untuk filmnya diharapkan tidak hilang, karena ditulis dengan tangan yang sama.

Filly (Adinia Wirasti) menyukai musik blues, musik adalah satu-satunya cara yang diketahui Filly untuk menekan rasa kehilangan yang dirasakannya ketika sang ibu meninggal akibat kecelakaan pesawat. Apalagi kemudian dia mengetahui secara tidak langsung dia memiliki andil terhadap kematian sang ibu. Rasa penyesalan dan ketakutan begitu dalam menguasainya. Sebuah audisi band mempertemukannya dengan Ivan (Christian Sugiono). Ivan sedang mencari gitaris baru untuk band yang dibentuk dengan 2 sahabatnya, Andy (Donny Sunjaya) dan Barbuk (James F.)

Ivan adalah anak salah satu konglomerat Indonesia. Dia memberanikan diri untuk membangkang dari keinginan Ayahnya (Kaharuddin Syah) dengan memprioritaskan hidupnya untuk musik dari pada meneruskan usaha ayahnya. Dia berjanji dalam setahun jika Bandnya belum juga dapat kesempatan rekaman, dia akan mengikuti keiginan sang Ayah. Kehadiran Filly dalam band yang akhirnya diberi nama Capung Biru itu memantapkan cita-cita Ivan untuk rekaman.

Kematian ibu Filly (Ira Wibowo) meninggalkan duka mendalam dan rasa bersalah pada Ayahnya (Ray Sahetapy) karena terlalu sibuk dengan musik. Hal inilah yang membuat ayahnya menghalangi kecintaan Filly pada musik. Filly menjalani semuanya tanpa sepengetahuan ayahnya. Kehadiran Rio (Oka Antara) sang pacar yang terlalu posesif juga menjadikan rintangan bagi Filly untuk mendedikasikan dirinya pada musik, bahkan menurut Rio musik Filly dan Bandnya kampungan.

Kecintaaan Filly pada blues membuat Ivan kagum padanya. Dia yakin kehadiran Filly akan membawa suatu pembaruan untuk bandnya. Diam-diam Ivan menyimpan perasaan khusus buat Filly. Kedekatan Filly dengan Ivan membuat Rio cemburu dan sikap posesifnya semakin menjadi-jadi. Salah satunya adalah mengatur jadwal Filly termasuk memaksanya bertemu dengan Endang (Ayu Diah Pasha), tante Rio yang seorang psikolog. Rio melihat mental Filly masih trauma dengan kematian ibunya. Kesempatan untuk rekaman akhirnya memang datang tetapi inilah kemudian yang menjadi awal keseriusan mereka untuk tetap satu band dipertanyakan.

Dilema para musisi-musisi muda idealis dibumbui kisah cinta segitiga dengan latar belakang masalah keluarga, sentuhan musik yang kuat menjadi gabungan menarik dalam film ini.  Rasa musik dalam film ini ditampilkan dengan pas. Musik untuk film ini dikerjakan oleh Aksan Sjuman. Aksan membuat instrumen-instrumen musik blues dengan gitar untuk mengiringi film dan untuk musik band Capung Biru sendiri. Sebagai komoditi utama bagi film ini, Aksan berhasil memberi nyawa musik blues yang sangat kental. Musik dalam film membentuk karakter-karakternya dengan baik, terutama untuk Filly.

Karakter Filly ditampilkan dengan skill musik sangat baik. Untuk setiap adegan-adegan Filly bermain dengan gitarnya selalu berhasil menyakinkan penonton bahwa karakter Filly memiliki kemampuan musik bagus. Salah satunya adegan di toko musik milik Iksan (Anda Bunga) tempat Filly kerja partime, membantu salah satu costumer memilih gitar untuk dibeli Usaha Adinis Wirasti untuk menghidupkan Filly pantas diacungi jempol.

Menjadikan musik sebagai bagian utama dari film ini menjadikan film ini sebagai salah satu film bertema musik terbaik yang pernah dibuat di Indonesia. Keterkaitan musik dengan jalan cerita film. Pemain-pemain hampir semua bermain pas, dengan akting-akting terbaik mereka. Tidak ada yang berlebihan dan tidak ada karakter yang disia-siakan, semua tampil sesuai porsinya. Naskah yang diadaptasi dengan baik dan sinematografi yang dibuat agak gelap dengan bermaksud memperlihatkan kehidupan underground musisi-musisi idelis, menambah poin-poin terbaik untuk film ini.

Saat rilis tahun 2007 film flop di Box Office Indonesia, bahkan tidak sampai seminggu bertahan di Bioskop. Sangat disayangkan sekali film yang memiliki semua hal yang dikategorikan untuk film bagus tidak dilirik oleh penonton kita.

4 komentar:

  1. saya jg suka sama film ini! jarang ada film indonesia kayak gini hehe btw salam kenal, izin pasang link di blog saya ya :)

    BalasHapus
  2. terima kasih fariz... rajin2 berkunjung yahh :)

    BalasHapus