Jumat, 04 Maret 2011

Linha de Passe (Brasil.2008)


Dir: Walter Salles & Daniela Thomas

Cast : Sandra Corveloni, Joao Baldasserini, Vinicius de Oliveira, Jose Geraldo Rodrigues, Kaique Santos, Robert Audi & Denise Weinberg


Walter Salles menjadi salah satu sutradara asal negara terluas di Amerika Latin tersebut yang berhasil menaklukan Hollywood dengan karya-karyanya yang mendapatkan banyak kritikan positif dari kritikus film Amerika dan dunia. Sebut saja Foreign Land, Central Station, Midnight, Behind the Sun dan The Motorcycle Diaries yang berhasil meraih penghargaan dibanyak festival film international dan ajang penghargaan film termasuk di Amerika.

Mengangkat profile nyata hampir sebagian besar dari masyarakat Brasil, dengan potret kemiskinan, kriminal, sepakbola dan mimpi yang terlalu tinggi untuk diraih. Walter Salles kembali berduet dengan Daniela Thomas untuk penyutradaraan. Ini adalah untuk yang ketiga kalinya mereka berduet dengan setelah Foreign Land (1996) dan Midnight (1999).  

Cleuza (dimainkan dengan sangat menyakinkan oleh Sandra Corveloni) seorang wanita berusia 40-an yang sedang hamil dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada sebuah pemukiman elite Sao Paulo, Brasil. Cleuza ternyata telah memiliki 4 anak laki-laki yang beranjak dewasa dan semua memiliki impian, cita-cita dan jalan hidup yang berbeda-beda. Uniknya adalah ke4 anaknya tersebut dari suami yang berbeda, dan tidak ada satupun dari anak-anaknya ini yang pernah mengenal sosok mereka. 

Denis (Joao Baldasserini) yang paling tua, mempunyai seorang anak perempuan berusia balita yang tinggal bersama ibunya dan bekerja sebagai kurir sepeda motor. Dinho (Jose Geraldo Rodriguez) berusaha hidup dengan menjadi pribadi yang taat beragama, melibatkan dirinya dalam banyak kegiatan keagamaan, aktif di gereja serta bekerja pada sebuah pom bensin. Dario (Vinicius de Oliveira) yang memiliki mimpi tinggi untuk menjadi pemain bola profesional Brasil tetapi menemui rintangan berat untuk meraih mimpinya tersebut. Dan paling bungsu Reginaldo (Kaique Santos), banyak menghabiskan waktunya di terminal-terminal bis karena berambisi mencari ayahnya yang menurut ibunya adalah seorang supir bis. 

Kehidupan Cleuza dan ke4 anaknya berjalan menapaki realita berat dengan segala keterbatasan, kekurangan dan ketidakmampuan yang tetap harus ditatap karena hidup terus berjalan, dan usaha gigih tidak selalu berbanding lurus dengan keberhasilan. Ada masanya dimana usaha keras tetapi berakhir dengan kegagalan dan hanya jiwa yang kuat yang mampu menerima kenyataan tersebut. Sebagian mungkin akan berakhir putus asa dan justru malah lari pada hal-hal yang tidak baik seperti tindak kriminal dengan merugikan pihak yang terkadang tidak memiliki hubungan langsung dengan kegagalan yang kita terima. 

Film yang hampir tampak seperti sebuah film dokumenter ini memang dengan sengaja membiarkan semua karakternya menapaki hidup yang semakin rumit dan berat, dan tidak terasa sesuatu yang berlebihan dan dibuat-buat karena naskah film ini memang mengadaptasi kehidupan masyarakat kelas menengah kebawah Brasil. Kemiskinan banyak menuntun mereka pada tindak kriminal tinggi yang sampai saat ini masih menjadi issue negara itu sendiri untuk dicari solusinya. 

Jauh berbeda dengan film-film Salles sebelumnya, film ini seperti dipersembahkan bagi keterpurukan banyak pribadi-pribadi yang hidup miskin, terbelakang dan membuang mimpi-mimpi yang terlalu tinggi untuk diraih, dan sampai film ini berakhirpun penonton dan karakter-karakter dalam film ini biarkan begitu saja untuk terus menghadapi kenyataan-kenyataan yang mungkin masih akan terus pahit (atau tidak) untuk dihadapi. Sebuah akhir yang ditransferkan pada pikiran penonton bahwa hidup ini tidak akan pernah berakhir selama nyawa masih dikandung badan, waktu akan tetap bergulir dan sebagai manusia kita harus terus menjalaninya untuk menghadapi kenyataan baik dan buruknya. 

Jika dibandingkan dengan karya-karya Salles sebelumnya, film yang semua lokasi syutingnya benar-benar syuting di kota Sao Paulo ini terasa lebih menyentuh realita yang terjadi, meskipun secara pribadi saya menilai Behind the Sun dan Central Station masih menjadi karya terbaiknya, paling tidak membuktikan bahwa sutradara yang membuat debut Hollywoodnya dengan remake film film Jepang, Dark Water ini mampu menyutradarai berbagai genre film dengan baik.

Salah satu lagi yang selalu menjadi poin lebih dari karya-karya Salles adalah detail cinematografi, music dan editing yang baik. Berbanding lurus dengan naskah film ini, cinematografi yang dihasilkan film ini berhasil mengcapture realita masyarakat Brasil dengan gambar yang indah sekaligus keras, dengan editing yang baik dan musik film karya Gustavo Santaolalla yang makin menambah rasa perih menonton film ini. 

Film ini berhasil menjadi salah satu official selection pada Festival Film Cannes 2008 dan Sandra Corveloni berhasil mendapatkan penghargaan aktris terbaik, menjadikannya sebagai aktris Brasil kedua yang pernah meraih Cannes setelah Fernanda Montenegro tahun 1986, Corveloni juga berhasil menjadi aktris terbaik dari Premio Contogi Cinema Brasil 2008 dan Havana Film Festival 2008. Pada penghargaan Cinema Brasil Grand Prize yang anggap sebagai Oscarnya Brasil, film mendapatkan 8 nominasi termasuk untuk film terbaik. 

Salles kembali mengajak kembali Vinicius de Oliveira yang pernah kita kenal sebagai si muda Joseu yang mencari ayahnya dalam karya Salles sebelumnya, Central Station (1998), dan uniknya aktor ini hanya bermain pada 3 film karya Salles sepanjang kariernya. Untuk keperluan film ini, Vinicius dilatih bermain sepakbola secara profesional selama beberapa bulan. 

1 komentar:

  1. Nungguin road movies cita rasa hollywood-nya Salles di 2012 niy, hehe. On the Road.

    BalasHapus